Berita  

WHO Waspadai Ancaman Lonjakan Kasus Demam Berdarah di Myanmar

Mediakabar.com | Portal Berita Terfaktual

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan peningkatan risiko penyebaran demam berdarah di Myanmar pascagempa bumi dahsyat yang terjadi sebulan lalu. Perwakilan WHO untuk Myanmar, Thushara Fernando, mengungkapkan kekhawatirannya dalam jumpa pers pada Jumat, 25 April 2025. Musim hujan yang akan segera tiba di kawasan pengungsian menjadi faktor utama penyebab peningkatan risiko ini.

Ribuan warga Myanmar masih tinggal di pengungsian dalam kondisi memprihatinkan. Mereka mendiami tenda-tenda darurat yang terbuat dari lembaran plastik, seringkali berdekatan dengan genangan air dan tanpa sanitasi yang memadai. Keadaan ini meningkatkan kerentanan terhadap penyakit menular.

1. Kondisi Pengungsian yang Mengkhawatirkan

“Risiko wabah penyakit menular meningkat tajam. Dengan semakin dekatnya musim hujan, ancaman demam berdarah dan malaria menjadi kenyataan,” tegas Fernando. Kondisi buruk di pengungsian membuat warga rentan terhadap penyakit, seperti diare akut yang sudah mulai mewabah.

Fernando menambahkan, “Saat hujan, mereka tidak bisa tidur. Saat hujan berhenti, mereka takut angin akan menghancurkan satu-satunya tempat berlindung mereka.” Tanpa intervensi segera, kondisi terburuk dapat terjadi dan mengancam keselamatan ribuan jiwa.

2. Bantuan WHO dan Kebutuhan Dana Tambahan

Sebagai respon terhadap bencana, WHO telah mengirimkan sekitar 170 ton bantuan darurat ke wilayah yang terdampak gempa berkekuatan 7,7 magnitudo. Bantuan tersebut meliputi 22 tim medis darurat, 6,2 ton larvasida, dan 500 kelambu tenda berinsektisida untuk mencegah demam berdarah.

Namun, upaya tersebut dinilai belum cukup. WHO masih membutuhkan dana sebesar 8 juta dolar AS (sekitar Rp134 miliar) untuk melanjutkan operasi bantuan dan mencegah krisis kesehatan sekunder yang lebih besar. Fernando menekankan pentingnya komitmen global untuk membantu Myanmar memulihkan diri.

3. Ancaman Gempa Susulan dan Dampak Psikologis

Gempa bumi pada 28 Maret lalu telah menewaskan sedikitnya 3.700 orang, melukai 4.800 lainnya, dan menyebabkan 129 orang masih hilang. Angka tersebut diprediksi masih akan bertambah mengingat kendala pelaporan.

Lebih dari 140 gempa susulan telah terjadi sejak gempa utama, memperparah kondisi psikologis warga, terutama anak-anak dan keluarga pengungsi. Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) memperingatkan bahwa gempa susulan mungkin akan terus terjadi selama berbulan-bulan mendatang. Myanmar berada di zona tektonik aktif, sehingga risiko ini harus dipertimbangkan dalam upaya pemulihan.

Kesimpulan: Situasi di Myanmar pascagempa masih sangat kritis. Selain ancaman demam berdarah dan penyakit menular lainnya, gempa susulan terus menerus menimbulkan kecemasan dan ketidakpastian bagi para pengungsi. Bantuan internasional yang signifikan dan berkelanjutan sangat dibutuhkan untuk mengatasi krisis kemanusiaan ini, baik dalam aspek kesehatan maupun pemulihan infrastruktur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *