Berita  

Tuntutan Berat Menimpa Tiga Hakim Bebaskan Ronald Tannur

Mediakabar.com | Portal Berita Terfaktual

Tiga hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang membebaskan terdakwa pembunuhan Ronald Tannur menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (22/4). Ketiganya dituntut penjara 9 hingga 12 tahun atas penerimaan suap dan gratifikasi. Sidang tuntutan ini menjadi sorotan publik mengingat kasus pembebasan Ronald Tannur sebelumnya telah menimbulkan kontroversi.

Hakim Ketua Erintuah Damanik Dituntut 9 Tahun Bui

Jaksa menuntut Erintuah Damanik, hakim ketua, dengan hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa meyakini Erintuah bersalah menerima suap dan gratifikasi terkait vonis bebas Ronald Tannur dalam kasus tewasnya Dini Sera Afrianti. Bukti-bukti yang diajukan jaksa menunjukkan keterlibatan Erintuah dalam menerima sejumlah uang sebagai imbalan atas putusan tersebut.

Jaksa membacakan tuntutannya di Pengadilan Tipikor Jakarta: “Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan menyatakan terdakwa Erintuah Damanik telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah menerima suap dan gratifikasi.” Selanjutnya, jaksa menjatuhkan tuntutan pidana penjara selama 9 tahun, dikurangi masa tahanan, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan.

Hal yang memberatkan Erintuah adalah perbuatannya yang dinilai tidak mendukung program pemerintah untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Perbuatannya juga dinilai mencederai kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Namun, hal yang meringankan adalah sikap kooperatif Erintuah, pengakuannya atas perbuatannya, dan kesediaannya memberikan keterangan yang mendukung pembuktian dalam perkara lain.

Erintuah juga telah mengembalikan uang yang diterima dari Lisa Rachmat sejumlah Sin$115.000. Erintuah dianggap melanggar Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Hakim Anggota Mangapul Dituntut 9 Tahun Bui

Jaksa menuntut Mangapul, hakim anggota, dengan hukuman serupa, yaitu 9 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan ini didasarkan pada keyakinan jaksa bahwa Mangapul juga melanggar Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Bukti-bukti yang diajukan jaksa dinilai cukup untuk membuktikan keterlibatan Mangapul dalam penerimaan suap.

Dalam sidang, jaksa menyatakan: “[Menuntut] Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun”. Sama seperti Erintuah, jika denda tidak dibayar, hukuman badan pengganti akan berlaku selama 6 bulan. Detail mengenai bukti-bukti dan pertimbangan jaksa dalam menuntut Mangapul secara lebih detail tidak dijelaskan dalam informasi yang tersedia.

Hakim Anggota Heru Hanindyo Dituntut 12 Tahun Bui

Heru Hanindyo, hakim anggota lainnya, dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa mempertimbangkan sikap Heru yang tidak kooperatif dan tidak mengakui perbuatannya sebagai hal yang memberatkan. Meskipun demikian, detail mengenai bukti-bukti yang digunakan jaksa untuk menuntut Heru tidak tercantum dalam informasi ini.

Jaksa mendakwa ketiganya menerima suap sekitar Rp1 miliar dan Sin$308.000 untuk mengurus perkara Ronald Tannur. Total suap yang diduga diterima mencapai sekitar Rp4,3 miliar. Tindak pidana tersebut diduga terjadi antara Januari 2024 hingga Agustus 2024 di PN Surabaya dan Gerai Dunkin Donuts Bandara Ahmad Yani Semarang. Kasus ini diduga melibatkan mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA, Zarof Ricar.

Putusan PN Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur (No. 454/Pid.B/2024/PN.Sby, 24 Juli 2024) kemudian dibatalkan MA dalam tingkat kasasi. Ronald Tannur divonis 5 tahun penjara. Ketua majelis kasasi, Soesilo, memberikan dissenting opinion, berpendapat Ronald Tannur seharusnya dibebaskan karena tidak terbukti membunuh Dini Sera Afriyanti.

Gratifikasi

Selain suap, ketiganya juga didakwa menerima gratifikasi. Erintuah menerima gratifikasi berupa uang rupiah dan mata uang asing yang tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu 30 hari. Heru juga menerima gratifikasi dalam bentuk uang tunai berbagai mata uang yang disimpan di SDB dan rumahnya. Mangapul juga menerima penerimaan yang tidak sah berupa uang tunai berbagai mata uang yang disimpan di apartemennya.

Rincian gratifikasi masing-masing hakim meliputi berbagai jumlah uang dalam rupiah, dolar Singapura, dolar Amerika Serikat, Yen Jepang, Euro, dan Riyal Saudi. Besaran penerimaan gratifikasi masing-masing hakim bervariasi dan total keseluruhan penerimaan gratifikasi sangat signifikan. Kegagalan mereka melaporkan penerimaan tersebut ke KPK merupakan pelanggaran hukum yang menambah berat dakwaan terhadap mereka.

Kesimpulannya, kasus ini menunjukkan pentingnya integritas dan akuntabilitas dalam sistem peradilan. Tuntutan hukuman yang berat terhadap para hakim nonaktif ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan memulihkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *