Tiga mantan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, didakwa menerima suap dan gratifikasi dalam kasus vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur. Sidang tuntutan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa, 22 April 2025.
Jaksa penuntut umum menuntut Erintuah Damanik dan Mangapul masing-masing 9 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan. Keduanya dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi sesuai pasal yang didakwakan.
Sementara itu, Heru Hanindyo dituntut lebih berat, yakni 12 tahun penjara. Perbedaan hukuman ini didasarkan pada tingkat kooperatif terdakwa. Erintuah dan Mangapul dinilai kooperatif karena telah mengakui perbuatan dan mengembalikan sebagian uang suap yang diterima.
Alasan Perbedaan Tuntutan
Ketiga hakim tersebut terbukti menerima suap dan gratifikasi dari Lisa Rahmat, pengacara Ronald Tannur, untuk mempengaruhi putusan perkara kliennya. Jumlah suap yang diterima bervariasi: Mangapul menerima 36 ribu Dolar Singapura, Erintuah Damanik menerima 115 ribu Dolar Singapura, dan Heru Hanindyo menerima Rp1 miliar dan 156 ribu Dolar Singapura.
Ketidakkooperatifan Heru Hanindyo menjadi faktor utama perbedaan tuntutan. Ia tidak mengakui perbuatannya dan tidak menunjukkan itikad baik dalam proses hukum. Hal ini berbeda dengan Erintuah dan Mangapul yang dinilai menunjukkan penyesalan dan kerjasama dengan penyidik.
Detail Penerimaan Suap dan Gratifikasi
Jaksa menekankan bahwa ketiga terdakwa tidak dapat membuktikan bahwa uang yang mereka terima merupakan penghasilan sah sebagai penyelenggara negara. Mereka juga tidak melaporkan harta kekayaan tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memperkuat dugaan penerimaan suap dan gratifikasi.
Total penerimaan suap dan gratifikasi yang diterima oleh ketiga terdakwa mencapai Rp1 miliar dan 308 ribu Dolar Singapura. Jumlah ini menunjukkan besaran dampak korupsi yang dilakukan dan memperberat tuntutan yang dijatuhkan.
Tanggapan Terdakwa dan Langkah Selanjutnya
Setelah tuntutan dibacakan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada para terdakwa dan penasehat hukum mereka untuk menyampaikan pembelaan. Sidang selanjutnya akan difokuskan pada mendengarkan pembelaan atau pledoi dari para terdakwa.
Kasus ini menyoroti pentingnya integritas dan transparansi dalam sistem peradilan. Putusan hakim yang adil dan bebas dari pengaruh luar merupakan pilar penting dalam penegakan hukum. Proses hukum selanjutnya akan menentukan nasib ketiga mantan hakim tersebut dan memberi pelajaran berharga bagi penegak hukum lainnya.
Implikasi Kasus terhadap Kepercayaan Publik
Kasus ini berdampak signifikan terhadap kepercayaan publik terhadap sistem peradilan Indonesia. Vonis bebas yang diduga sarat suap menimbulkan pertanyaan tentang integritas hakim dan proses peradilan itu sendiri. Oleh karena itu, proses hukum yang transparan dan hukuman yang setimpal sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya pengawasan terhadap perilaku para hakim dan aparat penegak hukum lainnya. Mekanisme pengawasan yang efektif dan penegakan hukum yang tegas diperlukan untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan.
Keberhasilan dalam menuntut para terdakwa dan memberikan hukuman yang sesuai akan menjadi langkah penting dalam upaya membersihkan sistem peradilan dari praktik-praktik koruptif.