SMK Karya Pembaharuan di Kabupaten Bekasi menjadi sorotan setelah seorang wali murid mengadu kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait rencana kegiatan yang disebut-sebut sebagai study tour ke Bali pada Juni 2025. Biaya yang dipatok mencapai Rp 5-6 juta per siswa, membuat wali murid tersebut merasa keberatan dan terbebani secara finansial.
Mendapat aduan tersebut, Dedi Mulyadi langsung meminta pihak sekolah membatalkan rencana kegiatan tersebut. Keberatan wali murid ini kemudian viral di media sosial, memicu reaksi publik dan membuat pihak sekolah angkat bicara.
Sekolah membantah kegiatan tersebut merupakan study tour, melainkan acara perpisahan. Walaupun demikian, tekanan publik dan intervensi Gubernur membuat sekolah akhirnya membatalkan rencana kegiatan tersebut. Hal ini menunjukkan pentingnya transparansi dan keterbukaan komunikasi antara sekolah dan orang tua murid dalam merencanakan kegiatan ekstrakurikuler.
Duduk Perkara Rencana Kegiatan di SMK Karya Pembaharuan
Permasalahan bermula saat seorang ibu rumah tangga mengadu kepada Dedi Mulyadi mengenai biaya kegiatan yang rencananya akan membawa siswa ke Bali. Beliau menyampaikan langsung keluhannya kepada Gubernur saat kunjungan Dedi Mulyadi ke Kabupaten Bekasi pada Kamis, 24 April 2025.
Aduan tersebut direkam dan diunggah di akun Instagram Dedi Mulyadi, menarik perhatian publik dan memicu diskusi luas mengenai kewajaran biaya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Video tersebut menunjukkan betapa besarnya beban biaya yang harus ditanggung orang tua siswa.
Dalam percakapan yang terekam, ibu tersebut menjelaskan bahwa selain biaya kegiatan ke Bali, orang tua siswa juga dibebani biaya SPP sebesar Rp 150.000 per bulan. Ditambah dengan iuran kegiatan lainnya, total pengeluaran orang tua per bulan mencapai Rp 300.000.
Ibu tersebut juga menyinggung larangan study tour ke luar kota yang pernah dikeluarkan oleh Gubernur Dedi Mulyadi sebelumnya. Ia mempertanyakan kebijakan tersebut dan bagaimana sekolah tetap bisa melaksanakan kegiatan ke Bali dengan biaya yang sangat tinggi.
Dedi Mulyadi, dalam tanggapannya, terlihat sangat memperhatikan keluhan warga tersebut. Beliau menekankan pentingnya transparansi dan keadilan dalam pembiayaan pendidikan. Reaksi cepat dan tegas dari Gubernur menunjukkan komitmennya untuk melindungi hak-hak orang tua dan siswa.
Analisis dan Implikasi Kejadian
Kejadian ini menyoroti pentingnya regulasi yang jelas terkait pembiayaan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Sekolah perlu lebih transparan dalam menetapkan biaya dan memastikan bahwa biaya tersebut sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan orang tua siswa.
Peristiwa ini juga menggarisbawahi perlunya dialog yang lebih intensif antara pihak sekolah, orang tua murid, dan pemerintah daerah dalam merencanakan dan menjalankan kegiatan sekolah. Komunikasi yang efektif akan mencegah kesalahpahaman dan konflik.
Ke depan, perlu adanya mekanisme pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah praktik pungutan liar di sekolah. Penting pula untuk memberikan edukasi kepada sekolah dan orang tua murid tentang hak dan kewajiban masing-masing.
Kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak terkait, bahwa pendidikan yang berkualitas tidak seharusnya dibebani dengan biaya yang memberatkan masyarakat, khususnya bagi sekolah-sekolah negeri. Pemerintah perlu hadir untuk memastikan akses pendidikan yang adil dan terjangkau bagi seluruh warga negara.
Lebih lanjut, perlu kajian mendalam tentang besaran biaya yang wajar untuk kegiatan ekstrakurikuler di sekolah, dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi orang tua siswa dan standar biaya yang berlaku di daerah tersebut. Harapannya, kejadian serupa dapat dicegah di masa mendatang.