Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, tegas menyatakan tidak pernah ada pemberian status daerah istimewa di Indonesia pada level di bawah provinsi. Pernyataan ini disampaikan menanggapi usulan Kota Surakarta (Solo) untuk menjadi daerah istimewa.
Doli menekankan bahwa pemberian status istimewa hanya berlaku pada tingkat provinsi. Tidak ada preseden pemberian status serupa untuk kabupaten atau kota. Ia mencontohkan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (kini Daerah Khusus Jakarta) yang mempertahankan status khusus karena sejarahnya sebagai ibu kota.
Daerah Istimewa Yogyakarta juga disebut sebagai contoh, dengan status istimewanya didasarkan pada sejarah sebagai ibu kota sementara pada tahun 1946 dan peran penting Kesultanan Yogyakarta dalam perjuangan kemerdekaan.
Aceh, sebelum reformasi, pernah memiliki status istimewa karena kontribusi rakyat Aceh dalam membeli pesawat angkut pertama Indonesia, yaitu pesawat Seulawah. Namun, status istimewa tersebut kini telah dicabut.
Status Khusus dan Otonomi Khusus: Perbedaan Penting
Doli membedakan status istimewa dengan otonomi khusus. Papua dan Aceh, misalnya, memiliki otonomi khusus dengan konsekuensi pemberian dana otonomi khusus. Hal ini didasarkan pada beberapa faktor, termasuk keterlambatan kemerdekaan dan potensi alam yang luar biasa di kedua wilayah tersebut.
Pemberian otonomi khusus juga bertujuan untuk mempercepat peningkatan kualitas sumber daya manusia di kedua wilayah tersebut. Perbedaan ini penting dipahami untuk mencegah kesalahpahaman dalam memahami status daerah di Indonesia.
Pertimbangan Pemerintah dalam Pemberian Status Istimewa
Doli mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam memberikan status istimewa kepada Kota Solo. Ia mempertanyakan landasan usulan tersebut, apakah Solo ingin menjadi provinsi terlebih dahulu atau tetap sebagai kota. Pemerintah perlu mempertimbangkan secara cermat aspek sejarah dan alasan-alasan lain yang mendasari usulan tersebut.
Pemberian status istimewa kepada satu wilayah berpotensi menimbulkan kecemburuan dari daerah lain. Daerah lain dengan sejarah dan budaya yang kaya juga berpotensi mengajukan permohonan serupa. Hal ini perlu diantisipasi agar tidak terjadi ketidakstabilan dan ketidakadilan.
Sejarah dan Budaya sebagai Dasar Pemberian Status Istimewa
Sejarah dan budaya memang menjadi pertimbangan penting dalam memberikan status istimewa kepada suatu daerah. Namun, perlu adanya kriteria yang jelas dan transparan agar tidak menimbulkan diskriminasi dan kecemburuan antar daerah.
Pemerintah perlu merumuskan kriteria yang objektif dan terukur untuk menentukan pemberian status istimewa. Kriteria tersebut harus mempertimbangkan aspek sejarah, budaya, ekonomi, dan sosial secara komprehensif. Proses tersebut harus melibatkan partisipasi masyarakat dan ahli sejarah dan budaya.
Potensi Konflik dan Perlunya Kajian Mendalam
Potensi konflik sosial akibat kecemburuan antar daerah perlu dipertimbangkan secara serius. Pemerintah harus melakukan kajian mendalam dan komprehensif sebelum memutuskan untuk memberikan status istimewa kepada suatu daerah. Kajian tersebut harus melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi, tokoh masyarakat, dan pemerintah daerah.
Kajian yang komprehensif ini penting untuk meminimalisir dampak negatif dan memastikan bahwa keputusan yang diambil adil, transparan, dan menguntungkan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Kesimpulannya, pemberian status daerah istimewa merupakan hal yang kompleks dan memerlukan pertimbangan yang matang. Pemerintah perlu bersikap bijak dan transparan dalam menangani usulan-usulan serupa agar tidak menimbulkan permasalahan baru di kemudian hari.