Berita  

Soeharto: Pahlawan Bagi Banyak Orang, Terlepas Gelar Kehormatan

Mediakabar.com | Portal Berita Terfaktual

Titiek Soeharto, putri Presiden kedua Indonesia Soeharto, memberikan tanggapannya terkait usulan pengangkatan ayahnya menjadi pahlawan nasional. Ia menyatakan telah mendengar kabar positif dari Istana mengenai usulan tersebut. “Alhamdulillah. Insyaallah itu kejadian,” ujar Titiek di kompleks parlemen, Selasa (22/4).

Meskipun demikian, Titiek, yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi IV DPR, menunjukkan sikap rendah hati dan menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Presiden Prabowo Subianto. Ia menyatakan bahwa dirinya telah pasrah terhadap keputusan tersebut.

Bagi Titiek dan keluarganya, gelar pahlawan nasional bukanlah penentu. Mereka meyakini Soeharto telah memberikan kontribusi besar bagi bangsa dan negara. “Buat kami keluarga, diberi gelar atau tidak diberi gelar, Pak Harto adalah pahlawan buat kami dan saya yakin pahlawan buat berjuta-juta rakyat Indonesia yang mencintai beliau,” tegasnya.

Usulan Soeharto sebagai pahlawan nasional masuk dalam daftar 10 usulan Kementerian Sosial untuk tahun 2025. Ia diusulkan dari Provinsi Jawa Tengah bersama beberapa tokoh lain, termasuk Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dari Jawa Timur.

Selain Gus Dur, beberapa tokoh lain yang diajukan antara lain Bisri Sansuri (Jawa Tengah), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat), Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Midian Sirait (Sumatera Utara), dan Yusuf Hasim (Jawa Timur.

Kontroversi Usulan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional

Usulan ini tentu saja memicu pro dan kontra di masyarakat. Pihak yang menolak, seperti Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS), menyatakan belum menerima balasan resmi dari Kementerian Sosial terkait surat penolakan mereka.

GEMAS, yang terdiri dari keluarga korban pelanggaran HAM, organisasi masyarakat sipil, dan individu, menganggap rekam jejak Soeharto selama 32 tahun berkuasa tidak layak untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional. Mereka menekankan pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa kepemimpinan Soeharto.

Jane Rosalina, perwakilan GEMAS, menjelaskan bahwa hingga Senin (21/4), belum ada balasan resmi dari Dirjen Pemberdayaan Sosial terkait surat penolakan mereka, baik yang dikirim melalui email maupun surat tertulis. GEMAS berharap Kemensos tidak mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional.

Tanggapan Kementerian Sosial

Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menjelaskan bahwa proses pengusulan dimulai dari masyarakat, melalui seminar dan masukan dari berbagai pihak, termasuk sejarawan dan tokoh setempat. Setelah seminar, barulah dilakukan penentuan tokoh yang diusulkan.

Proses tersebut melibatkan berbagai kajian dan pertimbangan dari berbagai ahli dan tokoh masyarakat. Namun, kontroversi yang muncul menunjukkan betapa kompleks dan sensitifnya isu ini, mengingat sejarah kepemimpinan Soeharto yang memiliki sisi positif dan negatif yang sangat signifikan bagi Indonesia.

Perdebatan ini memperlihatkan pentingnya diskusi publik yang mendalam dan objektif dalam menentukan siapa yang pantas menyandang gelar pahlawan nasional. Keputusan ini bukan hanya tentang penghargaan individual, tetapi juga tentang bagaimana bangsa Indonesia mengingat dan menghargai sejarahnya.

Sebagai penutup, perlu diingat bahwa setiap tokoh sejarah memiliki sisi kompleksitas, baik positif maupun negatif. Pemberian gelar pahlawan nasional harus mempertimbangkan secara menyeluruh dan seimbang berbagai aspek, untuk menghindari kontroversi di masa mendatang. Perdebatan ini menjadi cerminan betapa pentingnya mengkaji sejarah secara kritis dan obyektif.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *