Bank Jatim, atau PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk, sebuah pilar penting perekonomian Jawa Timur, tengah menghadapi badai skandal kredit fiktif senilai Rp569,4 miliar. Kasus ini telah mengguncang kepercayaan publik terhadap bank yang berdiri sejak 17 Agustus 1961 ini.
Awalnya bernama PT Bank Pembangunan Daerah Djawa Timur, Bank Jatim telah bertransformasi menjadi perseroan terbatas dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada 2012. Sebagai bank pembangunan daerah, Bank Jatim memegang peran krusial dalam pembiayaan proyek-proyek di Jawa Timur, baik melalui layanan konvensional maupun syariah. Namun, skandal ini telah merusak reputasinya secara signifikan.
Skandal Kredit Fiktif: Kronologi dan Pelaku
Audit internal dan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap penyaluran kredit fiktif kepada dua perusahaan: PT Indi Daya Group dan PT Indi Daya Rekapratama. Kedua perusahaan tersebut diduga menggunakan dokumen proyek palsu dan agunan fiktif untuk mendapatkan kredit.
Selama periode 2023-2024, tercatat 65 fasilitas kredit dan empat pembiayaan kontraktor dicairkan secara ilegal. Proyek-proyek yang diklaim berkolaborasi dengan BUMN ternyata fiktif. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menetapkan empat tersangka, termasuk Kepala Cabang Bank Jatim Jakarta, Benny, dan beberapa individu dari perusahaan penerima kredit.
Modus Operandi dan Keterlibatan Internal
Modus operandi yang digunakan sangat sistematis dan menunjukkan adanya keterlibatan internal yang signifikan. Para pelaku tidak hanya memalsukan dokumen, tetapi juga diduga mempercepat proses pencairan dana dengan menyalahgunakan wewenang. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai efektivitas pengawasan internal Bank Jatim.
Penyelidikan lebih lanjut dibutuhkan untuk mengungkap sejauh mana keterlibatan internal dan apakah ada pihak lain yang terlibat dalam skandal ini. Apakah ada celah sistemik dalam proses pengajuan dan pencairan kredit yang memungkinkan terjadinya penipuan skala besar seperti ini? Pertanyaan ini harus dijawab secara transparan.
Dampak dan Langkah Perbaikan
Skandal ini telah menimbulkan kerugian besar bagi Bank Jatim dan negara. Lebih dari itu, kepercayaan publik terhadap Bank Jatim, yang selama ini dikenal sebagai lembaga terpercaya, kini terkikis. Manajemen Bank Jatim, melalui Corporate Secretary Fenty Rischana, menyatakan dukungan penuh terhadap proses hukum dan menegaskan komitmen terhadap transparansi dan tata kelola yang baik.
Namun, pernyataan tersebut perlu dibarengi dengan tindakan nyata berupa reformasi menyeluruh dalam sistem pengawasan internal. Bank Jatim perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap prosedur kredit, memperkuat sistem deteksi dini terhadap potensi penipuan, dan meningkatkan pelatihan bagi karyawan terkait etika dan kepatuhan. Transparansi dalam proses investigasi dan penegakan hukum juga sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Pelajaran dan Rekomendasi
Skandal ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh industri perbankan di Indonesia. Pentingnya pengawasan internal yang ketat dan mekanisme deteksi dini terhadap potensi fraud harus terus ditekankan. Regulator seperti OJK juga perlu memperkuat pengawasan dan regulasi untuk mencegah terulangnya kasus serupa.
Selain itu, peningkatan literasi keuangan bagi masyarakat juga penting agar mereka lebih mampu mendeteksi dan menghindari praktik-praktik penipuan di sektor keuangan. Transparansi dan akuntabilitas merupakan kunci utama dalam menjaga kepercayaan publik terhadap sektor perbankan.
Ke depan, Bank Jatim perlu menunjukkan komitmen yang kuat dalam memperbaiki citra dan kepercayaan publik. Proses pemulihan reputasi akan membutuhkan waktu dan upaya yang signifikan, meliputi peningkatan transparansi, perbaikan sistem internal, dan penegakan hukum yang tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat.