BPOM dan BPJPH baru-baru ini mengumumkan temuan mengejutkan terkait sembilan produk jajanan anak yang mengandung unsur babi (porcine). Temuan ini berdasarkan pengujian laboratorium terhadap 11 batch produk, melibatkan uji DNA dan penanda spesifik porcine. Khususnya, beberapa produk marshmallow terbukti mengandung gelatin babi, meskipun beberapa di antaranya telah bersertifikat halal.
Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran publik, terutama para orang tua. Kehadiran unsur babi dalam produk jajanan anak yang telah bersertifikat halal merupakan pelanggaran serius dan mencederai kepercayaan konsumen. BPOM dan BPJPH perlu menjelaskan secara detail bagaimana hal ini bisa terjadi dan mekanisme pengawasan yang akan diperketat ke depannya.
Daftar Produk Jajanan Anak yang Terindikasi Mengandung Babi
Dari hasil investigasi, terungkap sembilan produk jajanan anak mengandung unsur babi. Tujuh di antaranya bahkan telah mengantongi sertifikat halal dari BPJPH. Ini adalah daftar produk tersebut:
- Corniche Fluffy Jelly (Filipina)
- Corniche Marshmallow Rasa Apel Bentuk Teddy (Filipina)
- ChompChomp Car Mallow (China)
- ChompChomp Flower Mallow (China)
- ChompChomp Marshmallow Bentuk Tabung (Mini Marshmallow) (China)
- Hakiki Gelatin
- Larbee – TYL Marshmallow Isi Selai Vanila (China)
- AAA Marshmallow Rasa Jeruk (China)
- SWEETIME Marshmallow Rasa Coklat (China)
Menariknya, sebagian besar produk berasal dari luar negeri, khususnya China dan Filipina. Hal ini menjadi sorotan tersendiri terkait pengawasan impor produk makanan. Apakah prosedur verifikasi kehalalan dan keamanan produk impor sudah cukup ketat? Perlu evaluasi mendalam untuk mencegah kejadian serupa terulang.
Tindakan Tegas BPOM dan BPJPH
Menanggapi temuan ini, BPJPH langsung mengambil tindakan tegas dengan menarik tujuh produk marshmallow bersertifikat halal dari peredaran. Tindakan ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelengaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Sanksi ini bertujuan untuk melindungi konsumen dan menjaga kepercayaan terhadap sistem sertifikasi halal di Indonesia.
BPOM juga memberikan teguran keras kepada dua produk yang belum bersertifikat halal, menyarankan penarikan produk dari pasaran. Tindakan ini mengacu pada UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. BPOM harus memastikan produsen bertanggung jawab atas produk yang beredar dan memenuhi standar keamanan pangan.
Pentingnya Pengawasan dan Ketaatan Regulasi
Ketua BPJPH, Babe Haikal Hasan, menekankan pentingnya ketaatan terhadap regulasi halal. Sertifikat halal, menurutnya, merupakan representasi standar halal yang harus dijaga konsistensinya. Pernyataan ini menjadi pengingat bagi semua pihak terkait untuk lebih bertanggung jawab dan memastikan produk yang beredar di pasaran benar-benar aman dan halal.
Kejadian ini seharusnya menjadi momentum untuk meningkatkan pengawasan dan transparansi dalam sistem sertifikasi halal. Masyarakat perlu diberikan akses informasi yang mudah dan akurat terkait kehalalan dan keamanan produk makanan. Peningkatan edukasi kepada produsen dan konsumen juga sangat penting untuk mencegah pelanggaran dan melindungi hak konsumen.
BPOM dan BPJPH perlu meningkatkan kerja sama dan koordinasi untuk memperkuat pengawasan, termasuk memperketat pemeriksaan produk impor. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses sertifikasi halal juga perlu ditingkatkan agar masyarakat dapat lebih percaya pada sistem yang ada. Upaya ini akan melindungi konsumen dari produk yang tidak aman dan tidak halal, dan menjaga integritas sertifikasi halal di Indonesia.