Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Roy Suryo, bersama Rismon Sianipar dan dokter Tifauzia Tyassuma, dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Peradi Bersatu. Mereka dilaporkan atas dugaan penyebaran informasi yang dianggap menimbulkan kegaduhan terkait isu keaslian ijazah Presiden Joko Widodo.
Roy Suryo menanggapi laporan tersebut dengan santai. Ia menyatakan bahwa dirinya dan rekan-rekannya hanya menggunakan teknologi untuk mencari kebenaran dan tidak gentar menghadapi proses hukum. Ia menyerahkan penilaian keabsahan ijazah Jokowi kepada masyarakat.
Pernyataan Roy Suryo, “Masyarakat bisa menilai bagaimana sebenarnya yang terjadi. Gusti Allah SWT tidak sare,” menunjukkan sikapnya yang percaya diri dan yakin bahwa kebenaran akan terungkap. Ia tampaknya tidak terlalu khawatir dengan laporan tersebut.
Kronologi Pelaporan dan Tuduhan
Laporan terhadap Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma diajukan oleh Tim Advocate Public Defender dari Peradi Bersatu. Ketiganya diduga melanggar beberapa pasal hukum, termasuk dugaan penghinaan, hasutan, dan upaya menciptakan kegaduhan publik.
Ketua Umum Peradi Bersatu, Zevrijn Boy Kanu, menjelaskan bahwa tujuan pelaporan ini adalah untuk menciptakan kondisi yang lebih kondusif terkait isu ijazah Jokowi. Ia menegaskan bahwa kegaduhan yang ditimbulkan dianggap merugikan masyarakat luas dan perlu dihentikan.
Zevrijn Boy Kanu berharap proses hukum yang berjalan dapat memberikan keadilan dan mencegah penyebaran informasi yang menyesatkan di masa mendatang. Pihaknya menganggap tindakan ketiga terlapor telah melewati batas dan berpotensi menimbulkan dampak negatif yang lebih luas.
Analisis Pasal yang Dilanggar
Meskipun belum dijelaskan secara spesifik pasal apa yang akan dikenakan, namun dugaan pelanggaran yang disampaikan meliputi pasal-pasal yang berkaitan dengan penghinaan, pencemaran nama baik, dan hasutan. Ini merupakan pasal-pasal yang cukup serius dan dapat berdampak pada hukuman pidana bagi terlapor jika terbukti bersalah.
Pasal-pasal tersebut memiliki unsur-unsur yang perlu dibuktikan oleh pihak pelapor. Proses hukum akan menyelidiki apakah pernyataan dan tindakan ketiganya memang memenuhi unsur-unsur tersebut, atau hanya sekadar ekspresi pendapat yang dilindungi konstitusi.
Dokter Tifauzia Tyassuma, salah satu yang dilaporkan, bahkan telah menanggapi pelaporan ini dengan menyoroti pasal 160 KUHP yang terkait dengan hasutan. Ia mempermasalahkan penerapan pasal tersebut dalam konteks kontroversi ijazah Jokowi.
Dampak dan Implikasi
Kasus ini menyoroti pentingnya berhati-hati dalam menyebarkan informasi, terutama informasi yang berpotensi menimbulkan kegaduhan dan perpecahan di masyarakat. Penyebaran informasi yang tidak bertanggung jawab dapat berdampak serius, baik bagi individu maupun bagi stabilitas sosial.
Perkembangan kasus ini perlu diikuti dengan cermat, karena dapat memberikan preseden dalam penegakan hukum terkait penyebaran informasi di media sosial dan ruang publik. Hal ini juga mengingatkan pentingnya literasi digital dan kemampuan masyarakat dalam menyaring informasi yang benar dan bertanggung jawab.
Kasus ini juga menimbulkan pertanyaan tentang batasan kebebasan berekspresi dan hak untuk mengkritik. Bagaimana keseimbangan antara hak tersebut dengan potensi dampak negatif bagi masyarakat luas perlu terus dikaji dan dipertimbangkan dalam konteks hukum dan sosial.