Polda Jawa Barat menyatakan belum menerima laporan terkait dugaan eksploitasi dan pemerasan terhadap karyawan pekerja sirkus yang disebut-sebut terafiliasi dengan Taman Safari Bogor. Direktur Ditreskrimum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, menilai kasus tersebut sudah kedaluwarsa karena dugaan kejahatan terjadi pada tahun 1970-an. “(Kalau) Laporan belum ada. Itu kan kejadiannya tahun 70an, kalau (mau) pidanakan kedaluwarsa,” ungkap Surawan pada Selasa (22/4).
Surawan menambahkan bahwa kasus dugaan eksploitasi dan pemerasan ini sebelumnya telah ditangani oleh Komnas HAM dan diselesaikan secara kekeluargaan. “Waktu itu sudah turun Komnas HAM. Salah satu poin, diselesaikan secara kekeluargaan,” katanya.
Kasus ini berawal dari pengaduan sejumlah mantan pekerja sirkus OCI Taman Safari Indonesia (TSI) ke Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) pada Selasa (15/4). Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, menerima langsung pengaduan tersebut. Para mantan pekerja melaporkan dugaan eksploitasi dan kekerasan yang terjadi sejak tahun 1970-an.
Menurut para korban, aksi kekerasan dan eksploitasi, termasuk terhadap anak-anak, dilakukan oleh pemilik OCI dan Taman Safari Indonesia. Mugiyanto menyatakan bahwa berdasarkan keterangan para korban, apa yang mereka alami merupakan pelanggaran HAM.
Tanggapan Taman Safari Indonesia
Oriental Circus Indonesia (OCI) Taman Safari Indonesia memberikan tanggapan terkait tuduhan eksploitasi dan pemerasan. Pendiri OCI sekaligus Komisaris Taman Safari Indonesia, Tony Sumampau, mencurigai adanya aktor atau provokator di balik tuduhan tersebut dan berencana menempuh jalur hukum.
Sumampau menyatakan bahwa ia mengetahui siapa dalang di balik tudingan tersebut. “Di belakang semua ini memang ada sosok provokator yang memprovokasi mereka. Kita sudah tahu siapa, karena sebelumnya juga dia sempat meminta sesuatu kepada kami,” ujar Tony dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (17/4).
Analisis Lebih Lanjut Mengenai Kasus Kedaluwarsa
Pernyataan Polda Jabar mengenai kasus yang kedaluwarsa menimbulkan pertanyaan mengenai akses keadilan bagi korban. Meskipun tindak pidana sudah lama terjadi, apakah ada upaya hukum alternatif yang bisa ditempuh untuk memberikan keadilan dan kompensasi bagi korban eksploitasi dan kekerasan yang dialami selama bertahun-tahun? Pertanyaan ini perlu dikaji lebih dalam.
Mungkin terdapat celah hukum atau mekanisme penyelesaian diluar jalur pidana yang dapat dipertimbangkan. Komnas HAM yang telah menengahi permasalahan ini perlu mempublikasikan temuan dan rekomendasinya secara transparan, agar masyarakat dapat melihat proses penyelesaian kasus ini secara menyeluruh.
Perlindungan Anak dan Pekerja Rentan
Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan anak dan pekerja rentan di Indonesia. Perlu adanya mekanisme pengawasan yang lebih ketat terhadap lembaga-lembaga yang mempekerjakan anak dan individu yang berpotensi dieksploitasi.
Selain itu, perlu adanya edukasi dan sosialisasi mengenai hak-hak pekerja dan perlindungan hukum bagi mereka yang menjadi korban eksploitasi. Penting juga untuk memberikan akses yang mudah bagi korban untuk melaporkan kasus-kasus serupa tanpa takut akan pembalasan.
Kesimpulannya, kasus dugaan eksploitasi dan pemerasan di Taman Safari Bogor ini membutuhkan penyelidikan lebih lanjut untuk memastikan keadilan bagi para korban, walau proses hukum pidana mungkin sudah kedaluwarsa. Fokus utama ke depan seharusnya adalah pencegahan dan perlindungan bagi pekerja rentan, khususnya anak-anak.