Gangguan terhadap pembangunan pabrik kendaraan listrik di Indonesia oleh organisasi masyarakat (ormas) menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatif terhadap iklim investasi asing. Kejadian ini melibatkan dua perusahaan besar, BYD dan VinFast, yang rencana pembangunan pabriknya terhambat oleh aksi premanisme.
BYD, salah satu produsen kendaraan listrik terbesar dunia, memiliki peran krusial dalam perkembangan ekosistem kendaraan listrik (EV) di Indonesia. Gangguan terhadap investasinya berpotensi merusak citra Indonesia sebagai negara yang ramah investasi di mata dunia, khususnya di sektor EV.
Yannes Pasaribu, pengamat otomotif dan akademisi ITB, mengungkapkan, “Mengingat posisi strategis BYD dalam ekosistem EV dunia, maka hal ini dan berbagai kompleksitas lainnya dapat mempengaruhi persepsi internasional tentang kemampuan Indonesia dalam menarik investasi asing dan berpotensi menciptakan keraguan berbagai investor asing lainnya terkait kepastian serta penegakan hukum untuk berinvestasi di Indonesia.” Ia juga menambahkan bahwa reputasi Indonesia sebagai lokasi investasi yang menjanjikan terancam.
Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, mengkonfirmasi adanya gangguan ormas terhadap pembangunan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat. Ia menekankan pentingnya pemerintah bertindak tegas untuk mengatasi masalah ini dan menjamin keamanan bagi investor. “Jangan sampai kemudian investor datang ke Indonesia dan merasa kemudian tidak mendapatkan jaminan keamanan, jaminan keamanan itu adalah hal yang paling mendasar bagi investasi untuk masuk ke Indonesia,” tegas Eddy.
Dampak Negatif terhadap Iklim Investasi
Kejadian ini bukan hanya menimpa BYD. Ketua Umum Periklindo, Moeldoko, menyebutkan bahwa VinFast, produsen otomotif asal Vietnam, juga mengalami gangguan serupa. Ia mengimbau masyarakat untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. “Saya mengimbau supaya di tengah situasi iklim dunia usaha yang relatif perlu perhatian, maka kita semua, masyarakat Indonesia harus menciptakan iklim investasi yang baik, jangan sampai pengangguran makin banyak tapi malah, di satu sisi kan ironis, kita perlu peluang untuk bekerja, ada orang (investor) datang memberikan peluang, diganggu sama yang lain,” ungkap Moeldoko. Ia bahkan mendukung tindakan tegas Gubernur Jawa Barat untuk menumpas aksi premanisme tersebut.
Potensi kerugian akibat rusaknya iklim investasi cukup besar. Selain hilangnya kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi, Indonesia juga berisiko kehilangan posisinya dalam rantai pasok global industri EV. Kepercayaan investor asing menjadi taruhannya, dan Indonesia perlu menunjukkan komitmen untuk menciptakan lingkungan bisnis yang aman dan terjamin.
Permasalahan di Luar Premanisme
Meskipun Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyatakan bahwa gangguan premanisme terhadap BYD sudah teratasi, ia mengungkapkan adanya masalah baru terkait pembebasan lahan. “Nggak itu berita lama. Cek saja sekarang sudah sangat aman,” kata Dedi. Ia menjelaskan bahwa masalah utama saat ini bukan lagi premanisme, melainkan percaloan tanah. Beberapa pihak memanfaatkan situasi untuk mematok harga tanah yang sangat tinggi, bahkan mencapai Rp20 juta per meter.
Situasi ini menunjukkan kompleksitas masalah yang dihadapi Indonesia dalam menarik investasi asing. Tidak hanya masalah keamanan, tetapi juga transparansi dan tata kelola yang baik dalam proses pembebasan lahan perlu ditingkatkan. Pemerintah perlu memastikan semua proses berjalan dengan adil dan transparan untuk menghindari eksploitasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal ini akan menciptakan iklim investasi yang lebih sehat dan menarik investor untuk berinvestasi di Indonesia.
Kesimpulan
Insiden gangguan terhadap pembangunan pabrik BYD dan VinFast menyoroti pentingnya menciptakan iklim investasi yang kondusif di Indonesia. Pemerintah perlu bertindak tegas untuk menindak aksi premanisme dan memastikan transparansi dalam proses pembebasan lahan. Kepercayaan investor asing adalah kunci untuk menarik investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kegagalan dalam hal ini akan berdampak signifikan terhadap perkembangan ekonomi Indonesia, khususnya di sektor strategis seperti industri kendaraan listrik.