Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa sepeda motor Royal Enfield milik Ridwan Kamil tidak tercantum dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan pada tahun 2023. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menegaskan hal ini. Motor tersebut saat ini telah disita dan disimpan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) KPK di Cawang, Jakarta Timur.
Tessa menjelaskan, “Ya, jadi motor yang di Rupbasan Cawang itu tidak masuk di dalam LHKPN saudara RK. Belum atau tidak masuk,” dan menambahkan, “Per pelaporan tahun 2023 tidak tercantum kendaraan yang saat ini sudah di Rupbasan Cawang.” Motor tersebut, yang merupakan model Classic 500 Limited Edition berwarna hitam dengan aksen emas, menjadi sorotan karena dugaan keterkaitannya dengan kasus korupsi.
KPK menduga motor Royal Enfield tersebut merupakan aset yang diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi terkait penempatan dana iklan oleh Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB). Dugaan ini muncul sebagai bagian dari investigasi yang lebih luas mengenai dugaan penyimpangan dalam pengadaan penempatan iklan di berbagai media massa. Tessa menyatakan, “KPK menyita sebuah kendaraan-kendaraan itu tentunya bisa menjadi bagian dari proses korupsi yang terjadi, apakah itu sebagai sarana atau juga kendaraan tersebut dibeli menggunakan hasil dari tindak pidana.”
Kasus dugaan korupsi Bank BJB telah menjerat lima tersangka. Mereka adalah mantan Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi; Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB, Widi Hartoto; Pengendali Agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri, Kin Asikin Dulmanan; Pengendali Agensi BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), Suhendrik; dan Pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB), Raden Sophan Jaya Kusuma.
Kelima tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Mereka diduga terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp222 miliar. Meskipun belum ditahan, kelima tersangka telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan.
Sebagai bagian dari penyelidikan, KPK telah melakukan penggeledahan di 12 lokasi, termasuk rumah Ridwan Kamil dan kantor Bank BJB di Bandung. Penggeledahan tersebut menghasilkan berbagai barang bukti, termasuk dokumen dan deposito senilai Rp70 miliar. Ridwan Kamil sendiri telah menyatakan kesiapannya untuk kooperatif dan membantu KPK dalam proses penyelidikan.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara. Ketidaksesuaian antara kepemilikan aset dan laporan LHKPN dapat menimbulkan pertanyaan dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Peran KPK dalam mengusut kasus ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan meningkatkan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.
Lebih lanjut, perlu diteliti lebih dalam bagaimana mekanisme pengawasan LHKPN dapat diperkuat untuk mencegah terjadinya ketidaksesuaian seperti yang terjadi dalam kasus ini. Mungkin perlu adanya sistem verifikasi yang lebih ketat dan sanksi yang lebih tegas bagi pelaporan yang tidak akurat atau tidak lengkap. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap integritas pejabat negara.
Kesimpulannya, kasus ini menjadi pengingat penting tentang perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Penyelidikan yang dilakukan KPK diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Semoga kasus ini juga dapat menjadi pelajaran berharga bagi pejabat negara lainnya untuk selalu jujur dan transparan dalam melaporkan harta kekayaannya.