Skandal kredit fiktif senilai Rp 569,4 miliar di Bank Jatim cabang Jakarta mengguncang publik. Kasus ini bukan sekadar korupsi biasa, tetapi mencerminkan kelemahan sistem pengawasan keuangan di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tersebut. Empat tersangka, termasuk kepala cabang, telah ditetapkan sejak Februari 2025, namun penanganan internalnya masih abu-abu.
Ketua Umum PC PMII menyebut kasus ini sebagai bukti rusaknya sistem manajemen dan pengawasan Bank Jatim. Modus operandi yang digunakan sungguh sistematis, melibatkan dokumen palsu, agunan fiktif, dan perusahaan boneka untuk melancarkan pencairan kredit bodong. Dugaan kuat adanya kerjasama antara oknum internal dan pihak eksternal semakin memperparah situasi.
Anggota Komisi C DPRD Jawa Timur, Hasan Irsyad, menilai skandal ini telah merusak kepercayaan publik terhadap Bank Jatim. Kasus ini merupakan yang terbesar yang pernah menimpa bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur, membayangi kinerja dan reputasi institusi tersebut. Dampaknya terhadap penurunan kinerja Bank Jatim pun tak terhindarkan.
Solusi yang Diusulkan: RUPSLB dan Perombakan Pimpinan
Untuk memulihkan kepercayaan publik dan mencegah terulangnya kasus serupa, Hasan Irsyad mengusulkan digelarnya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Salah satu agendanya adalah pemberhentian beberapa pihak di pimpinan pusat Bank Jatim yang diduga terlibat.
Pemberhentian tersebut, menurutnya, tidak perlu menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. RUPSLB merupakan hak dan kewenangan pemegang saham, sesuai dengan Permendagri Nomor 37 Tahun 2018 tentang pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Pengawas, Komisaris, dan Direksi BUMD.
Peraturan OJK Nomor 15/POJK.04/2020 juga memperkuat usulan ini. Pasal 2 ayat (4) peraturan tersebut menyatakan RUPSLB dapat diselenggarakan kapan pun berdasarkan kebutuhan perusahaan terbuka. Pemprov Jatim, sebagai pemegang saham mayoritas, berhak mengajukan RUPSLB sesuai pasal 3 ayat (1) peraturan yang sama.
Fokus Perbaikan dan Langkah Baru
Hasan Irsyad menekankan pentingnya RUPSLB sebagai momentum perbaikan dan langkah baru. Langkah konkret yang perlu dilakukan adalah pemberhentian seluruh pimpinan, baik di level direksi maupun komisaris, yang terlibat atau bertanggung jawab atas kejadian di cabang Jakarta.
Ia juga mencurigai keterlibatan petinggi Bank Jatim pusat, baik dari jajaran direksi maupun komisaris. Proses pengajuan kredit yang besar tentu tidak terlepas dari sepengetahuan para pengambil keputusan di pusat.
Analisis Lebih Dalam: Kelemahan Sistem dan Pengawasan
Skandal ini membuka mata akan celah-celah kelemahan dalam sistem pengawasan internal Bank Jatim. Perlu dilakukan audit menyeluruh dan evaluasi sistematis untuk mengidentifikasi semua titik lemah dan memperbaiki prosedur operasional. Hal ini termasuk meningkatkan pengawasan terhadap proses pemberian kredit, verifikasi data, dan mekanisme persetujuan.
Selain itu, penting untuk memperkuat integritas dan etika di dalam tubuh Bank Jatim. Peningkatan pelatihan dan pendidikan terkait tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) serta penerapan kode etik yang tegas dan konsisten menjadi sangat krusial.
Transparansi dan akuntabilitas juga perlu ditingkatkan. Mekanisme pelaporan yang jelas dan akses informasi yang mudah bagi publik dapat membantu mencegah terjadinya praktik-praktik koruptif serupa di masa mendatang.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Skandal kredit fiktif Bank Jatim ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya pengawasan yang ketat, integritas yang tinggi, dan tata kelola perusahaan yang baik dalam sebuah BUMD. RUPSLB dan perombakan pimpinan merupakan langkah awal yang penting, namun perbaikan sistemik dan komprehensif diperlukan untuk mencegah tragedi serupa terulang.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur perlu mengambil tindakan tegas dan komprehensif untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan BUMD. Hal ini penting untuk mengembalikan kepercayaan publik dan menjaga stabilitas keuangan daerah.