Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) membuka layanan pengaduan terkait temuan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mengenai sembilan produk pangan olahan yang mengandung unsur babi (porcine). Layanan ini bertujuan untuk memantau penarikan produk-produk tersebut dari pasaran.
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, mengumumkan jalur pengaduan melalui hotline Whatsapp di nomor 0811-1002-7727 atau email [email protected] Masyarakat juga dapat menggunakan Form Pengaduan KPAI yang tersedia secara online. Jasra menekankan pentingnya pengawasan publik dalam kasus ini.
Jasra mengungkapkan keprihatinannya karena anaknya pernah mengkonsumsi salah satu produk yang mengandung babi tersebut. “Terakhir, saya melihat anak saya dan teman-temannya mengkonsumsi saat tahun baru. Tentu ini menjadi catatan khusus KPAI,” jelasnya. Ia berharap kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak.
Kronologi Temuan dan Sanksi
Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan, menjelaskan bahwa penemuan sembilan produk pangan olahan mengandung babi dilakukan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pengujian laboratorium untuk parameter uji DNA dan/atau peptida spesifik porcine membuktikan keberadaan unsur babi dalam produk tersebut.
Dari sembilan produk tersebut, tujuh sudah bersertifikat halal dan dua lainnya tidak. BPJPH menjatuhkan sanksi penarikan produk dari peredaran bagi produk bersertifikat halal, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal.
Sementara itu, BPOM memberikan sanksi berupa peringatan dan instruksi penarikan produk bagi produk yang tidak bersertifikat halal, berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Sanksi tegas ini diharapkan dapat mencegah kejadian serupa di masa depan.
Dampak dan Ancaman Kesehatan
Kasus ini menimbulkan kekhawatiran akan bahaya kesehatan, terutama bagi anak-anak dan masyarakat yang memiliki pantangan makanan tertentu. Konsumsi produk yang mengandung babi tanpa sepengetahuan konsumen merupakan pelanggaran serius terhadap kepercayaan dan keselamatan pangan.
KPAI berharap kasus ini menjadi momentum untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap produsen yang melakukan manipulasi informasi pada label produk. Transparansi dan kejujuran dalam informasi komposisi produk sangat penting untuk melindungi konsumen.
Jasra mengingatkan pentingnya pembelajaran dari kasus obat sirup yang menyebabkan gagal ginjal pada anak-anak. “Awalnya obat ini sudah sesuai BPOM, tetapi setelah beredar, komposisinya berubah, yang menyebabkan ratusan anak meninggal,” ujarnya. Ia menekankan perlunya investigasi mendalam untuk mengungkap motif di balik manipulasi informasi produk pangan ini.
Pentingnya Kewaspadaan Konsumen
Konsumen diimbau untuk selalu teliti memeriksa label kemasan produk sebelum membeli dan mengonsumsi. Perhatikan komposisi bahan baku secara detail dan pastikan kehalalan produk sesuai dengan keyakinan dan kebutuhan diet masing-masing.
Laporan dari KPAI dan temuan BPJPH ini menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan dan peran serta masyarakat dalam menjaga keamanan pangan di Indonesia. Kesadaran akan pentingnya memilih produk yang terjamin kehalalan dan keamanannya adalah tanggung jawab bersama.
Kejadian ini juga seharusnya mendorong pemerintah untuk memperketat regulasi dan pengawasan terhadap industri pangan, sehingga kejadian serupa tidak terulang kembali dan melindungi konsumen dari potensi bahaya kesehatan.
Kesimpulan: Temuan sembilan produk pangan mengandung babi oleh BPJPH memicu keprihatinan dan langkah cepat dari KPAI dalam membuka jalur pengaduan. Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi informasi produk, pengawasan ketat, dan kewaspadaan konsumen untuk melindungi kesehatan dan kepercayaan publik.