Bayangan Rp 984 triliun, angka fantastis yang diungkap Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai nilai transaksi yang terindikasi korupsi sepanjang tahun 2024, menggantung berat di langit Republik ini. Bukan sekadar kesalahan hitung atau asumsi liar; ini hasil pemantauan lembaga intelijen keuangan yang telah berdekade mengawasi sistem anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. Keheningan pemerintah atas temuan ini justru menggema lebih keras dari angka itu sendiri.
Di negara yang menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas, laporan semacam ini seharusnya memicu reaksi cepat dan tegas. Kabinet seharusnya berguncang, aparat penegak hukum berlomba-lomba mengungkap aktor di baliknya, dan kepala negara turun tangan langsung. Namun, di Indonesia, laporan tersebut hanya menjadi berita utama sesaat, lalu tenggelam di lautan drama politik dan aktivitas pejabat di media sosial.
Lebih memprihatinkan lagi, angka Rp 984 triliun ini merupakan bagian dari total transaksi mencurigakan sebesar Rp 1.459 triliun. Lebih dari dua pertiga transaksi mencurigakan tersebut diduga terkait langsung dengan korupsi. Ini bukan sekadar kebetulan, melainkan sebuah pola yang menunjukkan sistemiknya masalah korupsi di Indonesia.
Korupsi: Sistem, Bukan Sekadar Penyakit
Tahun 2024 seharusnya menjadi tahun transisi pemerintahan yang damai. Namun, angka korupsi yang fantastis ini justru melesat pesat, seolah menjadi bayang-bayang gelap di balik pergantian kepemimpinan. Ini bukan sekadar penyakit, melainkan sistem yang telah mengakar dalam sendi-sendi pemerintahan.
Korupsi telah menjadi mesin politik, menjadi jantung dari bagaimana kekuasaan dikelola, dijaga, dan dipertukarkan. Kemenangan politik tak lagi sekadar pertarungan gagasan, tetapi juga akumulasi dana gelap. Rp 984 triliun bukanlah sekadar statistik, tetapi cerminan kebangkrutan etik dan moral bangsa.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah, sebagian besar transaksi mencurigakan dilakukan melalui jalur resmi: lembaga keuangan, bank, dan bahkan proyek-proyek pemerintah. Ini menunjukkan adanya peran negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam memfasilitasi korupsi. Sistem yang bocor, birokrasi yang permisif, dan pengawasan yang lemah menjadi faktor penyebab utamanya.
Pertanyaan-pertanyaan yang Menyayat Hati
Di manakah negara dalam situasi ini? Mengapa Presiden tidak memerintahkan audit menyeluruh dan investigasi mendalam terhadap temuan PPATK? Mengapa Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak langsung melakukan penyelidikan terbuka?
Mengapa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lebih sibuk memoles citra menjelang akhir masa jabatan daripada membentuk panitia khusus untuk menyelidiki angka tersebut? Keheningan dan kelambanan ini menciptakan ruang bagi kejahatan untuk terus berlanjut. Ketika hampir seribu triliun rupiah terindikasi korupsi dianggap sebagai hal biasa, kita sedang menyaksikan sebuah negara yang telah memutuskan untuk tidak hadir.
Apa gunanya laporan PPATK jika tidak ada tindakan lanjut? Apa gunanya sistem deteksi pencucian uang jika negara membiarkannya menjadi daftar panjang temuan tanpa penyelesaian? Ketiadaan respons yang tegas dari pemerintah terhadap temuan PPATK ini menunjukkan kegagalan negara dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya untuk melindungi kepentingan rakyat.
Kepercayaan publik terhadap pemerintah akan semakin tergerus jika kasus ini dibiarkan tanpa ada kejelasan. Tindakan nyata dan konsisten dibutuhkan untuk memberantas korupsi, mulai dari penyelidikan menyeluruh hingga penegakan hukum yang adil dan transparan. Hukuman yang berat bagi pelaku korupsi juga sangat penting untuk memberikan efek jera dan membangun budaya anti-korupsi.
Lebih jauh lagi, perlu adanya reformasi sistemik untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam sistem pemerintahan yang memungkinkan terjadinya korupsi. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas, penguatan kelembagaan anti-korupsi, dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan sangatlah krusial.
Kehilangan kepercayaan publik merupakan ancaman serius bagi stabilitas dan kemajuan bangsa. Pemerintah harus segera bertindak tegas dan transparan untuk mengatasi masalah ini sebelum semakin parah dan menimbulkan dampak negatif yang lebih luas.