Staf Humas PT Bank Sumut, Rini Rafika, divonis 6 tahun 5 bulan penjara dan denda Rp300 juta subsidair 4 bulan kurungan oleh Pengadilan Tipikor Medan. Ia terbukti korupsi anggaran kehumasan Bank Sumut senilai Rp6 miliar selama periode 2019-2024.
Majelis hakim yang diketuai As’ad Rahim Lubis juga memerintahkan Rini untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp6 miliar. Jika dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap ia tak mampu membayar, harta bendanya akan disita dan dilelang. Jika nilai hasil lelang masih kurang, ia akan menjalani hukuman penjara tambahan selama 3 tahun.
Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut 8 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) melalui Kasi Penkum Adre W Ginting menyatakan masih pikir-pikir atas putusan tersebut dan akan menentukan langkah hukum selanjutnya, apakah akan banding atau tidak.
Kronologi Kasus Korupsi
Rini Rafika ditugaskan oleh pimpinan bidang Public Relation, Novan Hanafi (almarhum), untuk mengelola anggaran kehumasan Bank Sumut periode 2019-2024. Ia memanfaatkan lemahnya pengawasan dari atasannya, Pemimpin Bidang Public Relation Sulaiman dan Sekretaris Perusahaan Syahdan Ridwan Siregar, untuk melakukan korupsi.
Modus yang dilakukan Rini Rafika adalah memanipulasi dokumen-dokumen penting, seperti memorandum persetujuan, invoice, dan bukti pendukung pertanggungjawaban. Dokumen-dokumen palsu ini kemudian diserahkan kepada atasannya untuk diajukan sebagai bukti pengeluaran.
Lebih lanjut, Rini juga melibatkan teman-temannya, Nofiyani dan Asmarani, serta orang tuanya, Abdul Rahman, dengan membuka rekening Bank Sumut atas nama mereka. Ketiga rekening tersebut kemudian digunakan untuk menerima pembayaran kegiatan humas fiktif.
Dana yang masuk ke rekening-rekening tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi Rini Rafika. Audit mengungkapkan ratusan kegiatan humas Bank Sumut periode 2019-2024 tidak dapat dipertanggungjawabkan, mengakibatkan kerugian negara senilai Rp6.070.723.167 (Rp6 miliar).
Peran Pihak-Pihak Terkait
Kasus ini juga menyoroti peran atasan Rini Rafika, Sulaiman dan Syahdan Ridwan Siregar, yang lemahnya pengawasan memungkinkan terjadinya korupsi. Seharusnya, sistem pengawasan yang lebih ketat dapat mencegah tindakan koruptif semacam ini.
Selain itu, keterlibatan teman dan keluarga Rini Rafika menunjukkan adanya jaringan yang membantu melancarkan aksi korupsinya. Hal ini menunjukkan perlunya investigasi lebih lanjut untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain yang belum terungkap.
Implikasi dan Pencegahan Kejadian Berulang
Putusan Pengadilan Tipikor Medan ini menjadi peringatan keras bagi para pegawai negeri dan karyawan BUMN agar selalu menjunjung tinggi integritas dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas. Korupsi merugikan negara dan masyarakat luas.
Kejadian ini juga menjadi momentum untuk melakukan evaluasi dan perbaikan sistem pengawasan internal di PT Bank Sumut, agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang. Penguatan sistem pengendalian intern dan transparansi pengelolaan keuangan sangat diperlukan.
Selain itu, pendidikan dan pelatihan anti-korupsi bagi seluruh karyawan juga perlu ditingkatkan untuk membangun kesadaran dan komitmen bersama dalam mencegah tindakan korupsi.
“Atas putusan itu, jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan pikir pikir. Jadi sedang dalam tahap penelahan oleh tim JPU terkait upaya hukum apakan akan mengajukan banding atau tidak. Bagaimana hasilnya nanti akan kita sampaikan,” ujar Adre kepada CNNIndonesia.com, Selasa (22/4).
Pernyataan dari Kasi Penkum Kejati Sumut ini menunjukkan bahwa proses hukum belum berakhir dan masih ada kemungkinan adanya upaya hukum lanjutan.
Kasus ini menunjukkan kompleksitas korupsi di lingkungan instansi pemerintahan dan BUMN, serta pentingnya kerjasama antara penegak hukum dan instansi terkait dalam memberantas korupsi.