Persada Hospital Malang resmi memecat dokter AY, yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap beberapa pasiennya. Pemecatan ini diumumkan melalui video di akun Instagram resmi rumah sakit, @persada_hospital. Supervisor Humas Persada Hospital Malang, Sylvia Kitty Simanungkalit, menyatakan, “Sebagai bentuk tanggung jawab kami, kami menegaskan bahwa yang bersangkutan (dokter AY) sudah tidak lagi bertugas (dipecat) di Persada Hospital.”
Rumah sakit tersebut menyampaikan penyesalan atas kejadian ini dan meminta maaf kepada semua pihak yang merasa dirugikan. Pernyataan maaf disampaikan secara resmi, “Kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada masyarakat, khususnya kepada masyarakat yang merasa dirugikan atas peristiwa ini,” ujar Kitty.
Selain pemecatan, Persada Hospital Malang juga melakukan investigasi internal. Mereka sepenuhnya menyerahkan penanganan kasus ini kepada pihak kepolisian untuk proses hukum lebih lanjut. Konfirmasi mengenai pemecatan dokter AY telah diberikan oleh Kitty, meskipun detail terkait pertimbangan dan tanggal pasti pemecatan belum bisa diungkap saat ini. Kitty meminta pengertian publik mengingat sensitivitas situasi.
Dugaan Pelecehan Seksual dan Laporan Polisi
Dugaan pelecehan seksual yang dilakukan dokter AY melibatkan dua pasien, QAR dan A. QAR melaporkan kejadian yang dialaminya pada tahun 2022, saat menjalani perawatan di ruang VIP rumah sakit. Sementara itu, A melaporkan dugaan pelecehan yang terjadi pada tahun 2023 saat ia memeriksakan diri di IGD.
Laporan polisi dari QAR terdaftar dengan nomor LP/B/113/IV/2025/SPKT/Polresta Malang Kota, yang dilaporkan pada 18 April 2025. Sedangkan laporan A terdaftar dengan nomor LP/B/117/IV/2025/SPKT/Polresta Malang Kota, dilaporkan pada 22 April 2025. Kedua laporan tersebut kini sedang dalam proses penyelidikan oleh pihak kepolisian.
Tanggung Jawab dan Transparansi
Langkah tegas Persada Hospital Malang dalam memecat dokter AY menunjukkan komitmen mereka dalam menangani kasus ini. Namun, transparansi lebih lanjut mengenai investigasi internal dan detail pemecatan masih diharapkan oleh publik. Kejelasan proses ini penting untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit tersebut.
Kejadian ini juga menyoroti pentingnya perlindungan pasien di lingkungan rumah sakit. Mekanisme pencegahan dan penanganan kasus pelecehan seksual perlu diperkuat, baik oleh rumah sakit maupun oleh pihak berwenang. Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga untuk meningkatkan standar etika dan keamanan pasien di fasilitas kesehatan.
Ke depan, diharapkan Persada Hospital Malang dapat meningkatkan transparansi dan memberikan informasi yang lebih rinci terkait kasus ini, sembari tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Hal ini penting untuk menjamin keadilan bagi korban dan menjaga kepercayaan publik terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut.
Perlu ditekankan bahwa pentingnya memberikan dukungan penuh kepada korban pelecehan seksual dan memastikan mereka mendapatkan akses ke layanan dukungan yang komprehensif. Korban kekerasan seksual berhak mendapatkan keadilan dan perlindungan hukum.