Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan klarifikasi terkait pertemuannya dengan peserta Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Sespimmen) Polri di kediaman pribadinya di Solo pada 17 April 2025. Pertemuan yang sempat menjadi sorotan publik ini, menimbulka kritik dari Bendahara Umum Partai Nasdem, Ahmad Sahroni.
Jokowi menjelaskan bahwa banyak tamu yang berkunjung ke rumahnya, termasuk peserta Sespimmen Polri dan taruna dari berbagai lembaga pendidikan, seperti Taruna Nusantara dan Taruna Akademi Angkatan Laut. Pertemuan tersebut, menurutnya, berlangsung di lingkungan pribadi, dan berfokus pada diskusi kepemimpinan.
“Ya kita ini di rumah kan yang datang banyak, ada yang dari Taruna Nusantara, ada yang juga pernah dari Angkatan Laut Taruna Angkatan Laut,” ujar Jokowi. Ia menegaskan bahwa pembahasan berpusat pada kepemimpinan, rencana masa depan, dan hal-hal yang relevan dengan pengetahuan dan pengalamannya.
“Kemarin dari kepolisian ada dari Sespim datang menanyakan mengenai yang berkaitan dengan leadership, ada yang berkaitan ya urusan-urusan sebetulnya nanti ke depan akan seperti apa, ya saya sampaikan yang saya tahu, yang nggak tahu nggak mungkin saya sampaikan,” tambahnya.
Pertemuan Tertutup dan Bahasan Utama
Pertemuan antara Jokowi dan Serdik Sespimmen Polri Dikreg ke-65 berlangsung tertutup selama kurang lebih satu jam. Salah satu topik yang dibahas adalah sinergi antara Polri dan TNI. Meskipun pertemuan bersifat informal, namun topik yang dibahas cukup berbobot dan relevan dengan tugas dan tanggung jawab para peserta Sespimmen.
Terlepas dari tujuan baik pertemuan tersebut, penjelasan Jokowi belum mengurangi rasa ingin tahu publik mengenai detail pembahasan. Transparansi yang lebih besar mungkin akan membantu menghilangkan kesalahpahaman dan spekulase.
Kritik Sahroni dan Post Power Syndrome
Ahmad Sahroni, Bendahara Umum Partai Nasdem, menyatakan bahwa pertemuan tersebut mengindikasikan Presiden Jokowi mengalami “post power syndrome”. Sahroni menilai bahwa pertemuan tersebut tidak perlu dipublikasikan luas karena bersifat pribadi.
“Kalau di ruang terbuka kan orang anggapannya jadi beda-beda, wah ini jangan-jangan Pak Jokowi masih post power syndrome. Dia pengen juga terus tampil dalam kondisi,” kata Sahroni.
Meskipun Sahroni menyatakan pendapatnya secara pribadi, bukan atas nama partai, pernyataannya tetap menarik perhatian publik dan memicu perdebatan mengenai batas antara kehidupan pribadi dan publik bagi seorang mantan presiden.
Tanggapan Jokowi dan Saran agar Tidak Dipublikasikan
Jokowi menanggapi kritik Sahroni dengan menjelaskan konteks pertemuan tersebut. Ia menekankan bahwa tujuannya bersifat positif dan berkaitan dengan tukar menukar pengalaman dan pengetahuan. Namun, ia mengakui bahwa mungkin ada kesalahpahaman terkait publikasi foto pertemuan tersebut.
Sahroni menambahkan bahwa niat baik Jokowi tidak dipertanyakan, namun publikasi foto pertemuan tersebut dinilai tidak perlu. “Secara niat baik, baik sekali nggak apa-apa. Tapi enggak usah di-upload lah. Ini (pandangan) pribadi ya, bukan atas nama partai,” tegas Sahroni.
Kesimpulannya, pertemuan Jokowi dengan peserta Sespimmen Polri memunculkan berbagai interpretasi dan perdebatan publik. Transparansi yang lebih baik dan pertimbangan yang matang terkait publikasi aktivitas seorang mantan pejabat negara sangat diperlukan untuk mencegah kesalahpahaman di masa depan.