Berita  

Jebakan Hukum di Langit: OTT KPK dan Eks Komisioner KPU

Mediakabar.com | Portal Berita Terfaktual

Kasus operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan pada tahun 2020 menyimpan banyak cerita menarik. Wahyu, yang telah menjalani hukuman terkait kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR Fraksi PDIP Harun Masiku, ditangkap di dalam pesawat yang hendak terbang ke Bangka Belitung.

Rahmat Setiawan Tonidaya, mantan ajudan Wahyu, mengungkapkan kronologi penangkapan tersebut saat menjadi saksi dalam persidangan kasus perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Toni menjelaskan bahwa OTT terjadi sekitar pukul 12.00 WIB, saat mereka menunggu boarding di bandara. Wahyu berada di kelas bisnis, sementara Toni di kelas ekonomi.

Saat pesawat hampir terbang, Toni melihat Wahyu sudah tidak ada di kursinya. Toni kemudian dipanggil oleh tim KPK dan diminta untuk ikut Wahyu. Toni baru mengetahui alasan penangkapan Wahyu setelahnya, yakni keterlibatannya dalam kasus suap PAW Harun Masiku.

Momen Dramatis di Dalam Pesawat

Toni memberikan kesaksian detail mengenai momen-momen sebelum dan sesudah penangkapan Wahyu. Ia menggambarkan bagaimana mereka menunggu panggilan untuk naik ke pesawat, dan bagaimana keheranannya saat melihat Wahyu tiba-tiba menghilang dari kursinya di kelas bisnis. Perintah Wahyu untuk mengikutinya menjadi titik balik yang membuat Toni ikut terlibat dalam rangkaian peristiwa tersebut.

Kesaksian Toni menunjukkan betapa cepat dan terencana penangkapan tersebut. Ketidakhadiran Wahyu di kursinya dan kemudian panggilan mendadak terhadap Toni menggambarkan profesionalisme dan ketelitian tim KPK dalam menjalankan operasinya. Ketidaktahuan Toni mengenai alasan penangkapan Wahyu hingga setelahnya memperkuat gambaran betapa terstruktur dan terselubung operasi tersebut.

Keterkaitan dengan Kasus Harun Masiku

Kasus Wahyu Setiawan tak lepas dari kasus buronnya Harun Masiku. Hasto Kristiyanto, terdakwa dalam kasus perintangan penyidikan, didakwa telah memerintahkan Harun Masiku untuk merendam handphone dan menunggu di kantor DPP PDIP agar tidak terlacak KPK saat OTT. Hal ini menunjukkan upaya sistematis untuk menghalangi proses hukum.

Jaksa mendakwa Hasto memberikan suap sebesar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan agar mengurus PAW Harun Masiku sebagai anggota DPR. Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri juga terlibat dalam kasus ini, sementara Harun Masiku hingga kini masih menjadi buronan.

Peran Wahyu sebagai mantan Komisioner KPU menjadi kunci dalam kasus ini. Posisinya yang strategis dalam sistem kepemiluan memungkinkan Harun Masiku untuk memanfaatkannya guna kepentingan politik. Penangkapan Wahyu sendiri menjadi bukti keberhasilan KPK dalam mengungkap jaringan korupsi yang melibatkan tokoh-tokoh penting.

Pengakuan Toni dan Pertemuan di Mushola

Setelah diamankan, Wahyu menjelaskan kepada Toni di mushola lantai 2 ruang pemeriksaan KPK alasan penangkapan mereka, yaitu karena kasus suap PAW Harun Masiku. Toni juga melihat Wahyu berbincang dengan Saeful Bahri, Agustiani Tio, dan Donny Tri Istiqomah, meski ia tidak mendengar isi pembicaraan mereka.

Pertemuan di mushola tersebut menjadi gambaran situasi setelah penangkapan. Wahyu, yang awalnya mungkin merasa terkejut dan cemas, mencoba mencari cara untuk memahami situasi dan kemungkinan strategi selanjutnya. Kehadiran orang-orang lain yang terlibat dalam kasus tersebut memperlihatkan kompleksitas jaringan yang terungkap lewat OTT ini.

Kesimpulannya, OTT terhadap Wahyu Setiawan di pesawat merupakan bagian penting dari kasus yang lebih besar, yaitu kasus suap dan perintangan penyidikan yang melibatkan Harun Masiku dan tokoh-tokoh penting lainnya. Kesaksian Toni memberikan detail penting mengenai kronologi kejadian dan menunjukkan betapa kompleks dan terstruktur jaringan korupsi yang berhasil diungkap oleh KPK.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *