Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) periode 2019-2024. Kasus ini melibatkan sejumlah pihak, termasuk pejabat Bank BJB dan beberapa perusahaan swasta. Terbaru, KPK menyita sejumlah aset sebagai barang bukti, termasuk kendaraan yang diduga milik mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Salah satu aset yang disita adalah motor Royal Enfield. KPK juga menyita satu unit kendaraan roda empat, yang hingga saat ini masih dalam proses identifikasi karena sedang diperbaiki di bengkel. Kendaraan tersebut belum dapat dipindahkan ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan). Beredar kabar bahwa kendaraan roda empat tersebut merupakan mobil Mercedes-Benz lawas.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, membenarkan penyitaan tersebut, namun belum dapat memberikan detail lebih lanjut mengenai kendaraan roda empat tersebut. Ia menekankan bahwa proses investigasi masih berlangsung dan KPK akan memberikan informasi lebih lanjut saat waktunya tepat. Transparansi dan kehati-hatian sangat penting dalam proses hukum seperti ini.
Daftar Tersangka dan Kronologi Kasus
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima tersangka. Dua tersangka berasal dari internal Bank BJB, sedangkan tiga tersangka lainnya merupakan pihak swasta yang diduga terlibat dalam rangkaian korupsi pengadaan iklan. Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, belum semua tersangka ditahan oleh KPK. Penahanan akan dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Kelima tersangka tersebut adalah: Yuddy Renaldi (Direktur Utama nonaktif Bank BJB), Widi Hartono (Pimpinan Divisi Corsec Bank BJB), Ikin Asikin Dulmanan (pemilik agensi Arteja Mulyatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri), Suhendrik (pemilik agensi PSJ dan USPA), dan Sophan Jaya Kusuma (pemilik agensi CKMB dan CKSB). Peran masing-masing tersangka masih terus diselidiki oleh KPK.
KPK menemukan adanya kejanggalan dalam pengadaan iklan Bank BJB tahun 2021, 2022, dan semester pertama 2023. Total anggaran yang dialokasikan untuk promosi dan iklan mencapai Rp 409 miliar. Dana tersebut dialokasikan ke enam agensi periklanan. Pemilihan agensi dan proses pengadaan iklan diduga melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa (PBJ).
Detail Alokasi Anggaran dan Kejanggalan
Berikut rincian alokasi anggaran kepada keenam agensi: PT Cipta Karya Mandiri Bersama (Rp41 miliar), PT Cipta Karya Sukses Bersama (Rp105 miliar), PT Antedja Muliatama (Rp99 miliar), PT Cakrawala Kreasi Mandiri (Rp81 miliar), PT BSC Advertising (Rp33 miliar), dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (Rp49 miliar).
Investigasi KPK menemukan selisih signifikan antara dana yang diterima agensi dan dana yang dibayarkan kepada media. Selisih sebesar Rp222 miliar diduga digunakan untuk keperluan di luar anggaran (non-budgeter) Bank BJB. Hal ini menunjukkan adanya dugaan penyelewengan dana yang signifikan.
Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, menjelaskan bahwa selisih dana tersebut disetujui oleh Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi, bersama Widi Hartono, untuk membiayai kebutuhan non-budgeter Bank BJB. Praktik ini jelas merupakan pelanggaran terhadap aturan dan etika pengelolaan keuangan negara.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang pengawasan internal Bank BJB dan peran pihak-pihak lain yang mungkin terlibat. KPK akan terus melakukan investigasi untuk mengungkap seluruh jaringan dan aliran dana yang terlibat dalam kasus ini. Proses hukum akan terus berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku, dan KPK berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini hingga tuntas.
Selain itu, peran Ridwan Kamil dalam kasus ini juga menjadi sorotan. Meskipun belum ditetapkan sebagai tersangka, penyitaan aset yang diduga miliknya menunjukkan adanya kemungkinan keterkaitan yang perlu diusut tuntas oleh KPK. KPK dipastikan akan memanggil dan memeriksa Ridwan Kamil sebagai saksi guna mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya. Kejelasan terkait keterlibatan beliau dalam kasus ini sangat penting bagi transparansi dan keadilan.
Publik berharap KPK dapat mengungkap seluruh fakta dan aktor yang terlibat dalam kasus korupsi ini. Proses hukum yang transparan dan akuntabel akan menjadi jaminan agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang. Kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum sangat penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.