Berita  

Honorer DPRD Jakarta Abaikan Mediasi Kasus Dugaan Pelecehan Seksual

Mediakabar.com | Portal Berita Terfaktual

Mediasi kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang Tenaga Ahli (PJLP Honorer) di DPRD DKI Jakarta Fraksi PKS dan korban, yang juga merupakan PJLP dari partai yang sama, menemui jalan buntu. Terduga pelaku gagal hadir dalam pertemuan mediasi yang dijadwalkan pada Selasa, 22 April 2025.

Ketidakhadiran terduga pelaku membuat pihak korban merasa kecewa. Mereka menegaskan bahwa proses hukum akan tetap berlanjut jika terduga pelaku kembali mangkir dalam mediasi lanjutan yang dijadwalkan esok hari. “Korban tetap datang. Kalau dia (terlapor) tidak hadir lagi, ya laporan (di Polda) tetap jalan,” tegas Koordinator Pendamping Korban.

Mediasi hari ini hanya dihadiri oleh pihak korban dan Sekretariat DPRD DKI Jakarta. Pihak korban mengungkapkan bahwa mereka menunggu kedatangan terduga pelaku hingga pukul 16.30 WIB, namun yang bersangkutan tidak kunjung muncul. Terduga pelaku sebelumnya menyatakan akan hadir pukul 15.00 WIB.

Bahkan pihak DPRD DKI Jakarta sendiri mengaku merasa dibohongi oleh terduga pelaku. “Dari DPRD sendiri bilang mereka juga merasa dibohongi, katanya pelaku sudah di Tomang, lalu di Balai Kota, tapi nyatanya tidak datang juga,” ujar Koordinator Pendamping Korban. Hal ini menunjukkan kurangnya itikad baik dari terduga pelaku untuk menyelesaikan masalah secara damai.

Pihak korban telah mengumpulkan berbagai bukti untuk memperkuat laporannya ke Polda Metro Jaya. Bukti-bukti tersebut meliputi rekaman suara, tangkapan layar pesan antara korban dan terduga pelaku, serta foto-foto yang diam-diam diambil oleh terduga pelaku. Menariknya, bukti-bukti ini ditemukan oleh istri terduga pelaku di galeri sampah handphonenya.

“Itu semua ditemukan oleh istrinya dari galeri sampah handphone pelaku, lalu dikirim ke korban,” ungkap Koordinator Pendamping Korban. Fakta ini memperlihatkan betapa seriusnya tindakan terduga pelaku dan betapa kuatnya bukti yang dimiliki korban.

Lebih lanjut, pihak korban juga menyayangkan sikap salah satu anggota dewan yang awalnya memberikan dukungan, namun kemudian berbalik arah dan justru menyalahkan korban. “Saya sampai dimarahi di depan pegawai lain, dan akhirnya saya dinonaktifkan dari pekerjaan, dua minggu sebelum Lebaran,” cerita korban. Perilaku ini memperlihatkan adanya potensi intervensi dan ketidakadilan dalam penanganan kasus ini.

Polda Metro Jaya telah menerima laporan dugaan pelecehan seksual tersebut dan saat ini sedang melakukan penyelidikan. Kasubbid Penmas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak, membenarkan adanya laporan tersebut dan menyatakan bahwa pihaknya masih mengumpulkan barang bukti dan keterangan saksi. “Sedang didalami dan pengumpulan barang bukti, keterangan dan masih dalam tahap penyelidikan,” ujarnya.

Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan terhadap korban pelecehan seksual di lingkungan kerja, khususnya di lembaga pemerintahan. Ketidakhadiran terduga pelaku dalam mediasi dan dugaan intervensi dari pihak tertentu menunjukkan kompleksitas masalah yang terjadi. Semoga proses hukum dapat berjalan dengan adil dan transparan, serta memberikan keadilan bagi korban.

Kejadian ini juga menimbulkan pertanyaan tentang pengawasan dan etika di lingkungan kerja DPRD DKI Jakarta. Bagaimana mungkin seorang tenaga ahli dapat melakukan tindakan pelecehan seksual dan kemudian tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan masalah? Pertanyaan ini perlu dijawab melalui investigasi yang menyeluruh dan tindakan tegas dari pihak berwenang.

Adanya dugaan intervensi dari anggota dewan juga perlu menjadi perhatian serius. Apakah hal ini merupakan fenomena umum yang terjadi di lingkungan kerja pemerintahan? Apakah ada mekanisme yang efektif untuk melindungi korban dari tekanan dan intimidasi dari atasan atau rekan kerja? Perlu adanya kajian dan perbaikan sistem untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *