Berita  

Geledah Kantor KONI Jatim: KPK Ungkap Alasan Kasus Dana Hibah

Mediakabar.com | Portal Berita Terfaktual

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggeledah kantor KONI Jawa Timur dan rumah anggota DPD RI, La Nyalla Mattalitti. Penggeledahan ini terkait kasus dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2021-2022. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan duduk perkara ini secara rinci.

Asep mengungkapkan bahwa dana hibah tersebut merupakan bagian dari jatah pokok pikiran (pokir) anggota DPRD Jatim. Dana ini kemudian dialirkan ke berbagai lembaga di Jawa Timur melalui berbagai proyek, termasuk KONI. “Jadi begini, perkara itu terkait dengan Hibah. Atau Pokir, Pokir. Yang diberikan kepada masing-masing anggota legislatif di sana,” jelas Asep.

Proyek-proyek tersebut tersebar di berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), termasuk di bidang pendidikan dan KONI. Keterlibatan La Nyalla Mattalitti, mantan Wakil Ketua KONI Jatim, menjadi alasan penggeledahan rumahnya. Asep menjelaskan, “Makannya kenapa penyidik lalu, melakukan misalkan penggeledahan kepada para pejabatnya di situ. Karena dia yang mengelola itu, mengelola uangnya itu.”

Untuk menghindari proses lelang, proyek-proyek tersebut sengaja dibuat di bawah Rp 200 juta nilainya. Meskipun demikian, Asep belum bisa mengungkapkan total nilai proyek yang diterima KONI Jatim. “Misalkan, proyeknya itu rata-rata dibuatnya itu di bawah Rp 200 juta. Untuk menghindari, lelang. Gitu ya,” tambahnya.

Kronologi dan Luasnya Kasus Korupsi

Penggeledahan rumah La Nyalla di Surabaya dilakukan pada Senin, 15 April 2025. Secara keseluruhan, KPK telah menggeledah tujuh lokasi terkait kasus ini. Kasus dugaan korupsi dana hibah pokmas ini sebenarnya merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat mantan Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak.

Kasus ini melibatkan dana hibah pokmas dari APBD Provinsi Jatim tahun 2019-2022. KPK telah menetapkan 21 tersangka: empat tersangka penerima dan 17 tersangka pemberi. Empat tersangka penerima merupakan penyelenggara negara, sementara 17 tersangka pemberi terdiri dari 15 pihak swasta dan dua penyelenggara negara.

Analisis dan Implikasi Kasus

Kasus ini menunjukkan kerentanan sistem pengelolaan dana hibah di pemerintahan. Sistem yang tidak transparan dan pengawasan yang lemah memungkinkan terjadinya penyelewengan dana. Penggunaan pokir sebagai saluran penyaluran dana juga rawan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.

Penetapan 21 tersangka menunjukkan skala kasus yang cukup besar dan terstruktur. Hal ini menandakan perlunya reformasi sistem pengelolaan dana hibah dan penguatan pengawasan agar kasus serupa tidak terulang. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci penting dalam mencegah korupsi.

Lebih lanjut, kasus ini juga menyoroti pentingnya peran lembaga pengawas seperti KPK dalam mengungkap dan menindaklanjuti kasus-kasus korupsi. Keberhasilan KPK dalam mengungkap jaringan korupsi ini menunjukkan komitmen mereka dalam memberantas korupsi di Indonesia.

Kasus ini perlu menjadi pembelajaran bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan tata kelola keuangan daerah dan memperkuat mekanisme pengawasan. Penting juga untuk melibatkan masyarakat dalam pengawasan penggunaan dana publik agar tercipta pemerintahan yang bersih dan akuntabel.

Kesimpulannya, kasus dugaan korupsi dana hibah di Jawa Timur ini merupakan kasus yang serius dan kompleks. Pengungkapan kasus ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk melakukan reformasi sistem dan memperkuat pengawasan agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci penting dalam mencegah korupsi di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *