Kasus kekerasan seksual yang melibatkan dokter belakangan menjadi sorotan publik. Berawal dari kasus pemerkosaan oleh residen anestesi di RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, sejumlah kasus serupa terungkap di berbagai wilayah, termasuk Garut, Malang, dan Jakarta. Kejadian ini memicu keprihatinan luas dan tuntutan agar tindakan tegas diambil terhadap pelaku serta upaya pencegahan dilakukan.
Kasus Pemerkosaan dan Pelecehan Seksual yang Melibatkan Dokter
1. Pemerkosaan oleh Dokter Residen Anestesi RSHS Bandung
Priguna Anugerah Pratama (PAP), residen anestesi di RSHS Bandung, terbukti bersalah melakukan pemerkosaan terhadap keluarga pasien dengan modus memasukkan obat bius saat transfusi darah. Korban diperkosa dalam kondisi tidak sadar. Fakta mengejutkan terungkap ketika terungkap bahwa terdapat dua korban lain dengan modus yang sama.
Priguna, anggota IDI Jawa Barat, telah dicabut STR-nya oleh Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) dan dijatuhi hukuman penjara. Kasus ini mendorong Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk melakukan pembenahan, termasuk kemungkinan mewajibkan tes kesehatan mental bagi peserta PPDS dan penghentian sementara program PPDS di RSHS selama satu bulan untuk peninjauan SOP.
“Kita yang pertama, nggak usah mengelak. Kita harus mengakui ada kekurangan. Jangan pernah bilang bahwa kekurangan itu tidak ada, masyarakat akan merasa sangat sakit hati,” tegas Menkes Budi. Langkah ini diambil untuk mencegah terulangnya kejadian serupa dan menunjukkan komitmen pemerintah dalam menangani masalah ini.
2. Dugaan Pelecehan Seksual oleh Dokter Obgyn di Garut
Sebuah rekaman CCTV memperlihatkan dugaan pelecehan seksual oleh dokter obgyn berinisial SF di sebuah klinik di Garut. Dokter tersebut diduga melakukan tindakan tidak pantas saat melakukan pemeriksaan USG kepada pasien hamil. Modus yang digunakan adalah menawarkan USG gratis via kontak pribadi, sehingga pemeriksaan dilakukan tanpa pendamping.
Ketua Umum POGI, Prof. Dr. dr. Yudi Mulyana Hidayat, SpOG, menyatakan akan memberikan sanksi tegas kepada pelaku. Meskipun SF terdaftar sebagai anggota POGI, kasus ini telah ditangani oleh berbagai pihak, termasuk Dinkes, klinik, IDI, dan POGI cabang Jawa Barat. KKI mencabut sementara STR SF hingga proses hukum selesai.
“PP POGI sedang melakukan investigasi atau klarifikasi ulang bentuk pelanggaran yang dilakukan, bila ada pelanggaran etika dan disiplin profesi, POGI tidak akan ragu memberikan sanksi tegas organisasi profesi,” ujar Prof. Yudi. Kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan ketat terhadap perilaku dokter dan mekanisme pelaporan yang mudah diakses.
3. Dugaan Pelecehan Seksual oleh Dokter di Malang
Seorang pasien perempuan di Malang melaporkan dugaan pelecehan seksual yang dialaminya oleh seorang dokter berinisial YA di sebuah rumah sakit swasta. Peristiwa yang terjadi pada September 2022 baru dilaporkan baru-baru ini melalui media sosial. Korban mengajak perempuan lain yang mengalami hal serupa untuk berani bersuara.
KKI menyatakan akan memproses laporan tersebut sesuai SOP dan melibatkan kolegium terkait. Namun, belum ada kepastian mengenai penangguhan atau pencabutan STR dokter tersebut sampai investigasi selesai. Kejadian ini menggarisbawahi pentingnya dukungan bagi korban kekerasan seksual untuk berani melapor dan mendapatkan keadilan.
“Buat kalian semua terutama cewek-cewek, aku mohon kalau udah rasa ada yang nggak beres, LAWAN! Jangan takut kayak aku. Jujur ngetik ini aja gemeteran,” tulis korban di media sosial.
4. Peserta PPDS UI Diduga Merekam Mahasiswi Saat Mandi
Polres Metro Jakarta Pusat menangkap seorang peserta PPDS UI yang diduga merekam mahasiswi saat mandi. Pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Kasus ini menunjukkan bahwa pelecehan seksual dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan konteks, termasuk di lingkungan pendidikan.
Kemenkes akan mendalami kasus ini dan akan mencabut STR dan SIP pelaku jika keputusan pengadilan telah final. Universitas Indonesia menyatakan keprihatinan dan penyesalan atas kejadian tersebut. Tindakan tegas diperlukan untuk memastikan lingkungan akademik aman dan terbebas dari kekerasan seksual.
“Selanjutnya melaksanakan gelar perkara dan terhadap terlapor telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan mulai tanggal 17 April 2025,” jelas Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro.
Tanggapan dan Tindakan dari Pihak Berwenang
KKI menekankan pentingnya masyarakat tidak takut melapor jika mengalami atau mengetahui tindakan pelecehan seksual. Setiap laporan akan ditangani serius dan diproses melalui investigasi oleh Majelis Disiplin Profesi (MDP). Jika ditemukan unsur pidana, laporan akan diteruskan kepada aparat penegak hukum. Langkah ini merupakan upaya untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam melaporkan kasus serupa dan memastikan akuntabilitas para pelaku.
“Kami sampaikan ke masyarakat, jangan takut untuk melaporkan karena ada salurannya,” ungkap Ketua KKI Arianti Anaya. Pentingnya akses yang mudah dan jaminan perlindungan bagi pelapor sangat krusial dalam upaya memberantas kekerasan seksual.
Serangkaian kasus ini menunjukkan urgensi peningkatan pengawasan, penegakan hukum, dan upaya pencegahan kekerasan seksual di lingkungan medis. Perlindungan bagi korban dan sanksi tegas bagi pelaku menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang aman dan profesional di sektor kesehatan.