Setidaknya empat orang telah dilaporkan ke pihak berwajib terkait kontroversi ijazah Presiden Jokowi. Salah satu yang dilaporkan adalah Dokter Tifa, seorang tokoh publik yang dikenal kritis terhadap pemerintahan Jokowi. Dokter Tifa sendiri menyatakan keheranannya atas pelaporan tersebut, khususnya mengenai pihak pelapor dan pasal yang digunakan.
Dokter Tifa mengungkapkan bahwa ia terkejut karena pelapor bukanlah sosok yang ia duga sebelumnya. Ia menduga adanya pihak lain yang lebih cerdas di balik pelaporan ini, yang memanfaatkan situasi untuk tujuan tertentu. Pernyataan ini disampaikan Dokter Tifa dalam wawancara di kanal YouTube Refly Harun pada Kamis, 24 April 2025.
Salah satu poin penting yang disoroti Dokter Tifa adalah penggunaan Pasal 160 KUHP dalam pelaporan tersebut. Pasal ini mengatur tentang penghasutan untuk melakukan perbuatan pidana, kekerasan terhadap penguasa umum, atau ketidakpatuhan terhadap undang-undang. Dokter Tifa mempertanyakan relevansi pasal ini dalam konteks tuduhan terhadap dirinya.
Pasal 160 KUHP dan Relevansi Tuduhan
Bunyi Pasal 160 KUHP adalah: “Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” Dokter Tifa berpendapat bahwa pasal ini digunakan secara keliru dalam kasus ini.
Ia mempertanyakan definisi “penguasa umum” dalam konteks ini. Sebagai pendukung Presiden Prabowo Subianto, Dokter Tifa menekankan penghormatannya kepada Presiden Prabowo yang menjabat sejak 20 Oktober 2024. Ia merasa tuduhan penghasutan terhadap Presiden Jokowi, yang sudah tidak menjabat, tidaklah tepat.
Lebih lanjut, Dokter Tifa menyoroti dugaan keterlibatan mantan pejabat dalam pelaporan tersebut. Ia menilai kelompok ini kerap memperlakukan Presiden Prabowo dengan tidak baik selama beberapa bulan terakhir. Hal ini menimbulkan kecurigaan atas motif di balik pelaporan tersebut.
Analisis Penggunaan Pasal 160 KUHP
Dokter Tifa secara tegas menyatakan ketidaksetujuannya terhadap penggunaan Pasal 160 KUHP dalam kasusnya. Ia mempertanyakan siapa yang dimaksud sebagai “penguasa” dalam konteks ini. Apakah mantan pejabat yang terlibat dalam pelaporan tersebut dapat dikategorikan sebagai penguasa umum?
Ia berargumen bahwa tuduhan penghasutan tidak berdasar, terutama karena Presiden Jokowi sudah tidak lagi menjabat. Pertanyaan retorisnya, “Penguasa siapa? Istana Solo?” menunjukkan kecurigaan atas motif politik di balik pelaporan ini.
Keyakinan akan Kebenaran
Di akhir pernyataannya, Dokter Tifa menyampaikan keyakinannya bahwa kebenaran akan terungkap. Ia optimistis bahwa usaha untuk membungkam kritik dan opini publik terkait isu ijazah Jokowi tidak akan berhasil. Ia yakin kebenaran akan terungkap, meskipun prosesnya mungkin memakan waktu.
Kasus ini menarik perhatian publik karena melibatkan tokoh-tokoh penting dan menyentuh isu sensitif terkait transparansi pemerintahan dan kebebasan berekspresi. Perkembangan lebih lanjut dari kasus ini tentunya akan terus dipantau oleh publik.
Perlu dicatat bahwa artikel ini hanya menyajikan informasi berdasarkan pernyataan Dokter Tifa dan laporan media. Kebenaran dan keakuratan informasi tersebut masih perlu diverifikasi lebih lanjut melalui proses hukum yang berlaku.