Diabetes tipe 5, sebuah bentuk diabetes yang selama ini kurang mendapat perhatian, akhirnya diakui secara resmi oleh Federasi Diabetes Internasional (IDF) sebagai jenis penyakit yang berbeda. Pengakuan ini merupakan hasil dari penelitian yang panjang dan berkelanjutan, mengingat penyakit ini sering kali salah didiagnosis.
Penyakit ini, yang terutama menyerang remaja dan dewasa muda yang kurus dan kekurangan gizi di negara berkembang, telah diabaikan selama puluhan tahun. Kesalahpahaman umum adalah seringkali menganggapnya sebagai bentuk diabetes tipe 1 atau tipe 2.
Diabetes tipe 5 ditandai oleh penurunan produksi insulin akibat kekurangan gizi kronis. Berbeda dengan diabetes tipe 2 yang disebabkan oleh resistensi insulin (tubuh tidak merespon insulin dengan baik), pada diabetes tipe 5, pankreas mengalami disfungsi sel beta sehingga produksinya insulin menurun.
Dr. Nihal Thomas, seorang profesor endokrinologi yang terlibat dalam Kelompok Kerja Diabetes Tipe 5, menjelaskan bahwa pada diabetes tipe 5, “sel-sel beta pankreas berfungsi secara tidak normal, sehingga menyebabkan produksi insulin tidak mencukupi.” Ini merupakan perbedaan mendasar dengan mekanisme diabetes tipe 2.
Sejarah Pengakuan Diabetes Tipe 5
Istilah “Diabetes Tipe 5” sendiri diperkenalkan oleh Prof. Peter Schwarz, presiden IDF, pada Januari tahun ini dan secara resmi diakui pada Kongres Diabetes Dunia ke-75 di Bangkok, Thailand, pada 7 April. Namun, penyakit ini bukanlah hal baru.
Awalnya dilaporkan di Jamaika pada tahun 1955 sebagai “diabetes tipe J”. Kemudian, WHO mengklasifikasikannya sebagai diabetes melitus yang berhubungan dengan kekurangan gizi pada tahun 1985. Klasifikasi ini kemudian dihapus pada tahun 1999 karena kurangnya bukti yang kuat.
Setelahnya, penyakit ini dilaporkan di berbagai negara seperti India, Sri Lanka, Bangladesh, Uganda, Ethiopia, Rwanda, dan Korea, sebagian besar di negara-negara berkembang. Kini, diperkirakan 25 juta orang di dunia menderita diabetes tipe 5.
Pengakuan resmi ini didasari oleh penelitian terbaru yang menunjukkan dampak signifikan dari kekurangan gizi terhadap perkembangan pankreas dan fungsi insulin, terutama pada individu yang mengalami kekurangan gizi di masa kanak-kanak dan dewasa muda.
Ciri-ciri Diabetes Tipe 5
Salah satu ciri khas diabetes tipe 5 adalah kurangnya bukti penyebab autoimun atau genetik. Penderita biasanya memiliki indeks massa tubuh (IMT) yang rendah, bahkan kurang dari 18,5 kg/m2, sebuah indikator utama dari kekurangan gizi.
Menurut Dr. Thomas, “Dibandingkan dengan yang dilaporkan dalam penelitian India sebelumnya. Sekresi insulin sangat berkurang, jauh lebih rendah dibandingkan diabetes Tipe 2 pada umumnya dan sedikit di atas kadar yang terlihat pada Diabetes Tipe 1.” Ini menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam mekanisme penyakitnya.
Selain rendahnya sekresi insulin, penderita juga memiliki persentase lemak tubuh yang jauh lebih rendah daripada penderita diabetes tipe 2. Asupan protein, serat, dan mikronutrien juga sangat rendah, memperkuat hubungan antara kekurangan gizi dan penyakit ini.
Dampak dan Pencegahan
Pengakuan resmi diabetes tipe 5 memiliki implikasi penting bagi upaya pencegahan dan pengobatan. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme penyakit ini, strategi pengobatan dan pencegahan yang lebih efektif dapat dikembangkan, khususnya yang berfokus pada perbaikan gizi.
Program intervensi gizi yang tepat sasaran, khususnya bagi anak-anak dan remaja di negara berkembang, menjadi sangat krusial untuk mencegah perkembangan diabetes tipe 5. Peningkatan akses terhadap makanan bergizi seimbang dan edukasi kesehatan masyarakat juga perlu ditingkatkan.
Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk memahami sepenuhnya mekanisme penyakit ini dan mengembangkan strategi pengobatan yang lebih efektif. Namun, pengakuan resmi ini merupakan langkah penting dalam mengatasi masalah kesehatan global yang signifikan ini.
Kesimpulannya, pengakuan diabetes tipe 5 sebagai entitas penyakit tersendiri merupakan tonggak penting dalam pemahaman dan penanganan diabetes. Fokus pada perbaikan gizi, khususnya di negara berkembang, merupakan kunci utama dalam pencegahan dan pengendalian penyakit ini.