Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Zhafir Galang Arissaputra, yang membidangi perindustrian, menyatakan bahwa proses blending bahan bakar minyak (BBM) merupakan praktik legal yang diatur oleh undang-undang. Pernyataan ini disampaikan terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023. Ia menekankan bahwa tujuan blending BBM adalah untuk meningkatkan kualitas, bukan untuk menurunkan kualitas atau melakukan kecurangan.
“Blending adalah proses legal yang diatur dalam undang-undang. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas BBM, bukan menurunkan atau melakukan kecurangan,” tegas Zhafir kepada wartawan pada Selasa, 22 April 2025. Wakil Bendahara Umum Bidang Perindustrian Badko HMI Jawa Timur ini merujuk pada UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas dan peraturan turunannya sebagai dasar hukum praktik blending BBM.
Zhafir menyoroti adanya kesalahpahaman di publik yang menurutnya telah menyebabkan aparat penegak hukum menindak pihak-pihak yang seharusnya tidak bertanggung jawab. Ia mencontohkan beberapa kasus di mana pelaku teknis, khususnya vendor BBM, ditetapkan sebagai tersangka, meskipun hanya menjalankan kontrak dan arahan dari BUMN yang memiliki otoritas sah. Hal ini, menurutnya, dapat menciptakan preseden buruk dalam penegakan hukum.
“Dalam hukum pidana, ada asas nullum delictum, nulla poena sine culpa, tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa kesalahan. Maka mempidanakan pelaksana teknis tanpa membuktikan niat jahat (mens rea) atau perbuatan melawan hukum yang nyata adalah pelanggaran atas prinsip dasar KUHAP dan rasa keadilan itu sendiri,” jelas Zhafir. Ia mempertanyakan keadilan hukum jika hanya pelaksana teknis yang dipidana tanpa menyelidiki pihak-pihak yang memberikan arahan dan memiliki wewenang pengambilan keputusan.
Zhafir melanjutkan, sejumlah pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus BBM Pertamina, sebenarnya hanya pelaksana kontrak dari BUMN dan tidak memiliki wewenang mengambil keputusan. Ini, menurutnya, merupakan preseden buruk yang dapat mencederai prinsip-prinsip dasar hukum pidana. Ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan proporsional.
“Penegakan hukum harus diarahkan pada persoalan di hulu, seperti pengadaan minyak, mekanisme impor, dan pengaturan harga. Bukan pada teknisi atau vendor yang bekerja dalam koridor hukum,” ujarnya. Fokus investigasi, menurutnya, harus diarahkan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kebijakan dan pengambilan keputusan strategis dalam pengelolaan BBM.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan beberapa tersangka dalam kasus pengolahan BBM, termasuk beberapa pelaksana teknis vendor dan legal officer. Sebagian dari mereka diketahui hanya berperan sebagai pelaksana tanpa memiliki otoritas penuh dalam pengambilan keputusan. Kejagung sendiri telah memberikan klarifikasi terkait hal ini.
Kejagung menegaskan bahwa penyidikan tidak ditujukan pada aktivitas blending BBM. “Jangan ada pemikiran bahwa seolah-olah minyak yang digunakan sekarang adalah minyak oplosan. Itu tidak tepat,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar beberapa waktu lalu. Pernyataan ini bertujuan untuk meluruskan kesalahpahaman publik mengenai praktik blending BBM.
Blending BBM, sebagai informasi tambahan, adalah praktik yang lazim dan sah dalam industri migas. Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu bahan bakar agar sesuai dengan standar nasional, termasuk angka oktan dan kadar emisi. Proses ini melibatkan pencampuran berbagai jenis bahan bakar untuk mencapai kualitas yang diinginkan.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan BUMN, khususnya dalam industri migas yang strategis. Penegakan hukum yang adil dan fokus pada aktor utama dalam dugaan korupsi perlu ditegaskan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa dan menjaga kepercayaan publik.
Investigasi yang komprehensif, tidak hanya menindak pelaksana teknis, tetapi juga mengusut tuntas peran pihak-pihak yang memiliki otoritas dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, sangat penting untuk memastikan keadilan dan mencegah praktik korupsi di masa mendatang. Hal ini akan memastikan bahwa proses blending BBM yang legal tidak disalahgunakan dan dikaitkan dengan tindakan melawan hukum.
Poin-poin Penting dalam Kasus Dugaan Korupsi BBM:
Praktik Blending BBM:
Merupakan praktik legal yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas dan peraturan turunannya. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas BBM.
Tuduhan Salah Sasaran:
Pelaku teknis dan vendor BBM seringkali dijadikan tersangka tanpa bukti niat jahat atau pelanggaran hukum yang nyata. Ini melanggar asas hukum pidana dan rasa keadilan.
Peran BUMN:
BUMN sebagai pemegang otoritas perlu bertanggung jawab atas arahan dan kebijakan yang diberikan kepada pelaksana teknis. Perlu investigasi menyeluruh untuk mengungkap peran BUMN dalam dugaan korupsi.
Arah Penegakan Hukum:
Penegakan hukum harus berfokus pada pihak-pihak yang bertanggung jawab di hulu, seperti pengadaan minyak, mekanisme impor, dan pengaturan harga, bukan hanya pelaksana teknis.
Kesimpulan: Kasus ini menunjukkan pentingnya penegakan hukum yang berkeadilan dan proporsional, dengan fokus pada pihak-pihak yang bertanggung jawab atas keputusan dan kebijakan yang menyebabkan dugaan korupsi, bukan hanya pada pelaksana teknis yang mungkin hanya menjalankan arahan.