Aktor Fachri Albar kembali ditangkap atas kasus penyalahgunaan narkoba untuk ketiga kalinya. Penangkapan yang dilakukan pada Minggu, 20 April 2025, ini mengungkap kembali keterlibatannya dengan zat-zat terlarang.
Polisi mengungkapkan alasan di balik penyalahgunaan narkoba oleh Fachri Albar. Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes Twedi Aditya Bennyahdi, menyatakan bahwa Fachri menggunakan narkoba untuk menenangkan pikirannya dan menghadapi tuntutan pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Pernyataan ini disampaikan pada Kamis, 24 April 2025, saat konferensi pers terkait penangkapan tersebut. Fachri tampak tertunduk lesu mengenakan pakaian hijau-merah selama konferensi pers.
Pihak kepolisian juga menyinggung riwayat penyalahgunaan narkoba Fachri Albar sebelumnya. Kemungkinan besar, meskipun pernah menjalani hukuman, ia kembali mengonsumsi narkoba. Hal ini menunjukkan betapa sulitnya mengatasi kecanduan.
Hasil tes urine menunjukkan Fachri Albar positif mengonsumsi beberapa jenis narkoba. Jenis-jenis narkoba yang ditemukan dalam tubuhnya antara lain metamfetamin, amfetamin, dan benzodiazepine. Barang bukti yang disita polisi pun mendukung hasil tes urine ini.
Barang bukti yang disita dari kediaman Fachri cukup banyak. Polisi menemukan dua paket sabu dengan berat bruto 0,65 gram; satu paket ganja dengan berat bruto 1,11 gram; dua linting ganja dengan berat bruto 0,94 gram; satu botol kaca berisi kokain dengan berat bruto 3,96 gram; dan 27 butir pil alprazolam 1 mg. Jumlah dan jenis barang bukti ini menunjukkan tingkat kecanduan yang cukup serius.
Foto Fachri Albar yang tertunduk lesu saat konferensi pers menjadi bukti nyata atas penyesalannya. Namun, tindakannya ini tentu saja berdampak hukum yang serius. Atas perbuatannya, Fachri Albar ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 111 ayat 1 dan atau Pasal 112 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoba serta Pasal 62 UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
Riwayat Penyalahgunaan Narkoba Fachri Albar
Kasus penyalahgunaan narkoba ini bukan yang pertama bagi Fachri Albar. Ia pernah terlibat kasus serupa pada tahun 2007, saat itu ia bahkan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Kasus tersebut melibatkan narkoba jenis kokain sebanyak 1,2 gram yang ditemukan di kamarnya.
Setelah menjadi DPO, Fachri menyerahkan diri ke Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama keluarganya. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada upaya penyelesaian masalah, kecanduannya tetap berlanjut.
Pada tahun 2018, sebelas tahun setelah kasus pertamanya, Fachri kembali ditangkap karena kasus narkoba. Kala itu, polisi menemukan barang bukti berupa puntung sisa pakai ganja dengan berat bruto 0,32 gram di rumahnya. Kasus ini membuktikan bahwa proses rehabilitasi sebelumnya tidak mampu sepenuhnya mengatasi permasalahan kecanduannya.
Implikasi dan Refleksi Kasus Fachri Albar
Kasus Fachri Albar ini menjadi pengingat akan betapa seriusnya permasalahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Meskipun ia seorang publik figur, masalah kecanduan narkoba dapat menimpa siapa saja, tanpa memandang status sosial atau latar belakang. Kasus berulang ini juga mempertanyakan efektivitas program rehabilitasi yang ada.
Perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap sistem rehabilitasi dan pencegahan penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Selain penegakan hukum yang tegas, diperlukan juga upaya preventif dan rehabilitatif yang lebih komprehensif untuk membantu para korban kecanduan agar bisa sembuh sepenuhnya. Kasus Fachri Albar seharusnya menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya narkoba dan pentingnya dukungan sistemik bagi para pecandu.
Perlu adanya peningkatan akses terhadap layanan rehabilitasi yang berkualitas dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Selain itu, edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya narkoba perlu ditingkatkan dan terus digalakkan. Hanya dengan upaya bersama, kita dapat memberantas permasalahan narkoba di Indonesia.
“Untuk alasan penggunaan ini kebutuhan pribadi, untuk menenangkan pikiran dengan menjalani kehidupan dan pekerjaannya,” kata Twedi.
(Gambaran Video CNN)
Fachri Albar ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 111 ayat 1 dan atau Pasal 112 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkoba serta Pasal 62 UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.