Travel  

Ibu Buang Bayi Baru Lahir Saat Pesta Air Songkran

Mediakabar.com | Portal Berita Terfaktual

Tragedi memilukan terjadi di tengah kemeriahan Festival Songkran di Bangkok, Thailand. Seorang bayi meninggal dunia setelah ibunya, Piyathida (27 tahun), melahirkan di pinggir jalan saat tengah berpesta air.

Kejadian bermula pada tanggal 17 April, saat Piyathida merayakan Songkran bersama teman-temannya. Dalam sebuah video yang beredar, terlihat Piyathida tiba-tiba kesakitan. Ia kemudian menepi ke area parkir, membuka bajunya, dan berjongkok.

Setelah beberapa saat, Piyathida berdiri dan berjalan tertatih-tatih, meninggalkan sesuatu di dekat pot tanaman. Ia tampak mengabaikan kejadian tersebut dan kembali bergabung dengan teman-temannya untuk bermain air.

Beberapa menit kemudian, sekelompok orang yang lewat menemukan cipratan darah di tembok dan sesosok bayi. Mereka segera melaporkan kejadian ini, dan paramedis serta ambulans datang ke lokasi.

Video lain menunjukkan kaki Piyathida berdarah. Awalnya ia menyangkal telah melahirkan, mengaku hanya sedang menstruasi dan dalam keadaan mabuk. Namun, karena kehilangan darah yang cukup banyak, ia akhirnya mengakui perbuatannya dan dilarikan ke Rumah Sakit Prachathipat.

Meskipun bayi tersebut ditemukan masih hidup dan mendapat upaya resusitasi, sayang nyawanya tidak tertolong. Bayi malang itu akhirnya meninggal dunia.

Inspektur Phuwadon Aoonpho dari Kantor Polisi Don Mueang menyatakan bahwa pihak berwenang belum dapat melakukan pemeriksaan resmi kepada Piyathida karena ia masih dirawat di rumah sakit akibat pendarahan hebat. Pihak kepolisian memastikan akan menindaklanjuti kasus ini.

Piyathida diketahui memiliki dua anak lain dari mantan suami yang berbeda. Kedua anak tersebut saat ini diasuh oleh kerabat dari pihak keluarga ayah mereka masing-masing. Kasus ini menyoroti kondisi sosial Piyathida yang memprihatinkan.

Salah satu teman Piyathida, Am, memberikan wawancara kepada Channel 3 dan menyatakan kekecewaannya. Am mengaku sudah memutuskan hubungan pertemanan dengan Piyathida.

Am mengungkapkan bahwa ia curiga Piyathida hamil, namun Piyathida membantahnya dengan alasan peningkatan berat badan. Am juga menceritakan bahwa Piyathida hidup sendiri di Thailand karena ibunya telah pindah ke luar negeri setelah menikah lagi.

Am menambahkan bahwa Piyathida menganggur dan mengandalkan kiriman uang dari ibunya sebesar 700 baht per hari. Keluarga dan kerabat Piyathida juga telah memutuskan hubungan dengannya karena perilaku yang dinilai tidak bertanggung jawab.

Kejadian ini menjadi sorotan publik Thailand dan menimbulkan berbagai reaksi. Banyak yang mengecam tindakan Piyathida yang dianggap ceroboh dan tidak bertanggung jawab. Di sisi lain, beberapa pihak juga menyoroti faktor-faktor sosial ekonomi yang mungkin berkontribusi pada situasi tersebut.

Kasus ini juga kembali mengingatkan kita akan pentingnya akses terhadap layanan kesehatan reproduksi dan dukungan sosial bagi perempuan, terutama ibu tunggal dan mereka yang dalam kondisi rentan. Perlu adanya edukasi dan sosialisasi yang lebih intensif tentang pentingnya perawatan kesehatan ibu dan anak.

Pihak berwenang perlu menyelidiki kasus ini secara menyeluruh untuk memastikan keadilan tercapai dan langkah-langkah pencegahan serupa dapat diambil di masa mendatang. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak.

Peristiwa ini juga menunjukkan betapa pentingnya kesadaran akan kesehatan reproduksi dan pentingnya dukungan sistematis untuk para ibu, terutama mereka yang dalam kondisi rentan. Semoga kejadian ini dapat mendorong perbaikan layanan kesehatan dan dukungan sosial bagi ibu dan bayi di Thailand.

“Ia meyakinkan publik bahwa ia akan bertanggung jawab atas tindakannya,” kata Inspektur Phuwadon Aoonpho.

“Dia menduga Piyathida mungkin sedang hamil, tetapi saat ditanyakan ia membantahnya, dengan alasan berat badannya bertambah,” ujar Am dalam wawancaranya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *