Tersangka Bullying Dokter ARL Ikuti Ujian, Kolegium Tunda Kelulusan Sementara

Mediakabar.com | Portal Berita Terfaktual

Kasus kematian dr. ARL, dokter spesialis anestesi di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip), menimbulkan gelombang protes dan sorotan publik. Kematian dr. ARL diduga terkait kasus perundungan (bullying) yang dialaminya selama menjalani pendidikan spesialis anestesi. Penanganan kasus ini pun menuai kontroversi, terutama setelah salah satu tersangka dinyatakan lulus ujian.

Zara Yupita Azra, tersangka kasus bullying dr. ARL, dinyatakan lulus ujian komprehensif lisan nasional pada 12 April 2025. Pengumuman kelulusan ini diunggah di akun Instagram Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif dan segera viral, menimbulkan kritik tajam dari masyarakat yang menilai keputusan tersebut tidak sensitif dan mengabaikan aspek etika profesi kedokteran.

Publik mempertanyakan bagaimana seseorang yang terlibat dalam kasus perundungan yang mengakibatkan kematian dapat dinyatakan lulus. Hal ini memicu kecaman luas dan tuntutan agar proses seleksi dan penegakan etika di lingkungan pendidikan kedokteran diperketat. Desakan agar keseluruhan proses seleksi dikaji ulang pun semakin menguat.

Penundaan Sertifikat Kompetensi Zara Yupita Azra

Menanggapi kontroversi tersebut, Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif akhirnya mengeluarkan surat pemberitahuan penundaan sertifikat kompetensi bagi dr. Zara Yupita Azra. Keputusan ini diambil berdasarkan rapat kolegium yang digelar pada 18 April 2025.

Ketua Kolegium Anestesiologi dan Terapi Intensif, Kolegium Kesehatan Indonesia, Dr. dr. Reza Widianto Sujud, SpAn-Ti, Subsp, An, Kv(K), Subsp, T, I(K) menyatakan, “Dengan ini memutuskan bahwasanya peserta didik atas nama dr. Zara Yupita Azra dinyatakan ditunda untuk diberikan sertifikat kompetensi, sehubungan dengan kasus tindak pidana yang disangkakan kepadanya hingga proses hukum yang dijalani memiliki kekuatan hukum tetap.”

Penundaan ini menjadi langkah yang dianggap sebagian pihak sebagai upaya untuk merespon tekanan publik dan menunjukkan komitmen terhadap penegakan etika profesi. Namun, bagi sebagian pihak lain, penundaan ini dinilai masih kurang dan menuntut sanksi yang lebih tegas.

Tersangka Lain dalam Kasus Kematian dr. ARL

Polda Jawa Tengah telah menetapkan tiga tersangka terkait kasus kematian dr. ARL, yang meliputi dr. TE (Kaprodi Anestesiologi FK Undip), SM (staf administrasi Prodi Anestesiologi), dan dr. ZR (senior dr. ARL di PPDS). Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka pada 24 Desember 2024.

Penetapan tersangka ini menunjukkan adanya indikasi kuat bahwa dr. ARL menjadi korban perundungan sistemik yang melibatkan berbagai pihak dalam lingkungan pendidikannya. Kasus ini menjadi sorotan penting tentang pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang aman dan bebas dari perundungan di perguruan tinggi kedokteran.

Peristiwa ini mengungkap kelemahan sistem pengawasan dan penegakan etika di lingkungan pendidikan kedokteran. Kejadian ini mengingatkan pentingnya peningkatan pelatihan anti-bullying dan mekanisme pelaporan yang efektif serta tindakan tegas terhadap pelaku perundungan.

Implikasi dan Rekomendasi

Kasus ini menuntut evaluasi menyeluruh terhadap sistem pendidikan kedokteran, khususnya mengenai pencegahan dan penanganan kasus perundungan. Perlunya peningkatan kesadaran etika dan profesionalisme di kalangan mahasiswa dan dosen menjadi sangat penting.

Selain itu, perlu diperkuat sistem pendampingan bagi peserta didik agar mereka mendapatkan dukungan yang adekuat jika mengalami perundungan. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses investigasi dan penegakan hukum juga harus diperhatikan.

Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh kalangan di dunia kedokteran untuk terus berkomitmen membangun lingkungan kerja dan belajar yang aman, etis, dan profesional.

Secara keseluruhan, kasus ini menyoroti perlunya reformasi sistemik dalam pendidikan kedokteran untuk mencegah tragedi serupa terulang di masa depan. Tanggung jawab bersama dari semua pihak, mulai dari lembaga pendidikan, kolegium profesi, hingga pemerintah, sangat penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung bagi para dokter muda.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *