Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengonfirmasi bahwa sebuah motor Royal Enfield yang disita dalam kasus dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank BJB, tidak terdaftar dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK). Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menjelaskan hal ini menanggapi pertanyaan mengenai kepemilikan motor yang kini berada di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) Cawang, Jakarta Timur.
Tessa menegaskan bahwa motor tersebut tidak tercantum dalam LHKPN RK pada pelaporan tahun 2023. Ketidaksesuaian dalam pelaporan LHKPN, bukan hanya pada kasus ini, akan menjadi perhatian KPK. Pihak KPK biasanya akan melakukan klarifikasi dan meminta pelaporan dilengkapi jika ditemukan ketidaksesuaian.
KPK sampai saat ini belum mengetahui sejak kapan Ridwan Kamil memiliki motor tersebut. Meskipun demikian, Tessa memastikan bahwa semua barang bukti yang disita memiliki keterkaitan dengan kasus yang sedang diselidiki. Penyitaan dilakukan karena adanya dasar hukum yang kuat yang menunjukkan hubungan dengan perkara yang sedang ditangani.
Saat ini, Ridwan Kamil belum memiliki status hukum di KPK, baik sebagai tersangka maupun saksi. Alasannya karena beliau belum pernah dipanggil untuk dimintai keterangan oleh penyidik. Pemanggilan baru akan dilakukan jika penyidik merasa keterangan saksi dan bukti sudah cukup untuk meminta klarifikasi dari Ridwan Kamil.
Kasus dugaan korupsi ini mengakibatkan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp222 miliar. Penyidik akan memanggil Ridwan Kamil jika diperlukan, setelah keterangan saksi dan bukti lainnya telah dikumpulkan dan memerlukan konfirmasi lebih lanjut dari yang bersangkutan.
Daftar Tersangka Kasus Korupsi Bank BJB
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima tersangka. Dua tersangka berasal dari Bank BJB, sementara tiga lainnya merupakan pihak swasta. Hingga saat ini, belum semua tersangka ditahan oleh KPK.
Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, pada 13 Maret 2025, mengumumkan telah diterbitkannya lima Surat Perintah Dimulai Penyidikan (Sprindik). Para tersangka tersebut terdiri dari dua pejabat Bank Jabar Banten dan tiga pihak swasta.
Identitas Lima Tersangka
Kelima tersangka yang telah ditetapkan adalah: Yuddy Renaldi (Direktur Utama nonaktif Bank BJB), Widi Hartono (Pimpinan Divisi Corsec Bank BJB), Ikin Asikin Dulmanan (pemilik agensi Arteja Mulyatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri), Suhendrik (pemilik agensi PSJ dan USPA), dan Sophan Jaya Kusuma (pemilik agensi CKMB dan CKSB).
Pada tahun 2021, 2022, dan semester 1 tahun 2023, Bank BJB menghabiskan Rp409 miliar untuk biaya penayangan iklan di berbagai media. Dana ini dikelola oleh Divisi Corsec dan disalurkan melalui enam agensi periklanan.
Kronologi dan Mekanisme Korupsi
Enam agensi tersebut adalah PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB), PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB), PT Antedja Muliatama (AM), PT Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), dan PT BSC Advertising. Pembagian dana iklan kepada masing-masing agensi cukup signifikan, dengan CKSB menerima dana terbesar.
Disebutkan bahwa ditemukan fakta bahwa lingkup pekerjaan yang dilakukan agensi hanya sebatas penempatan iklan sesuai permintaan BJB. Lebih lanjut, penunjukan agensi dilakukan dengan melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa (PBJ).
Selisih antara uang yang diterima agensi dan yang dibayarkan ke media mencapai Rp222 miliar. Uang tersebut diduga digunakan sebagai dana non-budgeter oleh Bank BJB, yang disetujui oleh Direktur Utama bersama dengan Pimpinan Divisi Corsec.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya dalam pengadaan barang dan jasa. Proses penyelidikan KPK diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan memberikan keadilan bagi masyarakat.