Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sebuah motor Royal Enfield yang diduga terkait kasus dugaan korupsi pengadaan iklan Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) tahun anggaran 2019-2024. Kendaraan tersebut berada dalam penguasaan mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK), meskipun terdaftar atas nama orang lain.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengkonfirmasi bahwa dokumen kepemilikan motor terdaftar atas nama perorangan, bukan atas nama Ridwan Kamil. Identitas pemilik sebenarnya masih dirahasiakan oleh KPK. Selain motor, KPK juga menyita kunci motor dan dua tas sadel yang terpasang di bagian belakang kendaraan tersebut.
Fakta mengejutkan terungkap bahwa motor Royal Enfield tersebut tidak terdaftar dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Ridwan Kamil. Tessa Mahardhika menjelaskan bahwa motor tersebut tidak tercantum dalam pelaporan LHKPN RK tahun 2023. Ketidaksesuaian pelaporan LHKPN, meskipun dalam konteks ini, bisa menjadi perhatian KPK dan memerlukan klarifikasi lebih lanjut.
KPK belum memiliki informasi pasti sejak kapan motor tersebut dikuasai oleh Ridwan Kamil. Penyidik KPK memastikan bahwa semua barang bukti yang disita memiliki keterkaitan dengan kasus dugaan korupsi yang sedang diselidiki. Ridwan Kamil sendiri belum memiliki status hukum di KPK, baik sebagai tersangka maupun saksi, karena belum pernah dipanggil untuk dimintai keterangan.
Tak Ada di LHKPN, Pertanda Apa?
Ketidakhadiran motor Royal Enfield dalam LHKPN Ridwan Kamil memunculkan pertanyaan mengenai transparansi pelaporan harta kekayaan pejabat publik. Hal ini menjadi sorotan mengingat pentingnya LHKPN sebagai alat untuk mencegah dan mendeteksi korupsi. Proses klarifikasi dari pihak Ridwan Kamil diperlukan untuk menjernihkan situasi.
KPK biasanya akan meminta klarifikasi jika ditemukan ketidaksesuaian dalam pelaporan LHKPN. Proses ini bertujuan untuk memastikan keakuratan data dan memastikan tidak ada pelanggaran hukum. Langkah selanjutnya akan ditentukan berdasarkan hasil klarifikasi tersebut.
Kronologi Kasus Dugaan Korupsi Bank BJB
Kasus ini bermula dari temuan penyimpangan dalam pengadaan iklan Bank BJB tahun 2019-2023. Bank BJB diketahui telah merealisasikan belanja beban promosi umum dan produk yang dikelola Divisi Corsec sebesar Rp 409 miliar. Dana tersebut digunakan untuk penayangan iklan di media TV, cetak, dan online melalui enam agensi.
Pemberian dana iklan kepada keenam agensi tersebut diduga melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa (PBJ). KPK menemukan selisih uang yang cukup signifikan antara dana yang diterima agensi dengan yang dibayarkan ke media, yaitu sekitar Rp222 miliar. Uang tersebut diduga digunakan untuk dana non-budgeter oleh Bank BJB.
Tersangka dalam Kasus Korupsi Bank BJB
KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, terdiri dari dua pejabat Bank BJB dan tiga pihak swasta. Mereka diduga terlibat dalam penyimpangan pengadaan iklan yang mengakibatkan kerugian negara. Rincian tersangka adalah Direktur Utama nonaktif Bank BJB, Yuddy Renaldi, dan Pimpinan Divisi Corsec Bank BJB, Widi Hartono, serta tiga pemilik agensi periklanan.
Meskipun sudah menetapkan tersangka, KPK belum menahan seluruh tersangka. Proses penyidikan masih berlangsung dan KPK akan terus mendalami kasus ini untuk mengungkap seluruh fakta dan aktor yang terlibat. Kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp222 miliar.
Peran Ridwan Kamil dalam Kasus Ini
Meskipun belum ditetapkan sebagai tersangka atau saksi, keberadaan motor Royal Enfield yang diduga terkait dengan kasus ini di dalam penguasaan Ridwan Kamil menarik perhatian publik dan KPK. KPK akan memanggil Ridwan Kamil jika diperlukan dan setelah keterangan saksi dan alat bukti dianggap cukup.
Pemanggilan Ridwan Kamil akan dilakukan setelah penyidik mengumpulkan cukup bukti dan keterangan saksi untuk mengkonfirmasi informasi terkait. Kerjasama dan transparansi dari semua pihak, termasuk Ridwan Kamil, sangat penting dalam mengungkap kebenaran kasus ini.
Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, khususnya di lembaga perbankan dan dalam pengadaan barang dan jasa. Penegakan hukum yang tegas diharapkan dapat mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.