Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, baru-baru ini menyoroti maraknya praktik pemerasan yang dilakukan oleh sejumlah organisasi masyarakat (ormas). Ia menekankan pentingnya menjaga kebebasan berserikat agar tidak disalahgunakan dan mengganggu persatuan bangsa. Pernyataan ini disampaikannya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 24 April 2025.
Aria Bima menegaskan bahwa kebebasan berserikat dan berkumpul seharusnya menjadi pilar penguatan integrasi nasional, bukan sebaliknya. Ia menggarisbawahi pentingnya penggunaan hak-hak tersebut untuk tujuan yang konstruktif dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Penggunaan hak tersebut untuk tujuan pribadi atau kelompok tertentu akan berdampak negatif pada stabilitas dan persatuan bangsa.
Kebebasan Berserikat: Antara Hak dan Tanggung Jawab
Kebebasan berserikat merupakan hak fundamental warga negara yang dijamin oleh konstitusi. Namun, hak ini disertai dengan tanggung jawab. Ormas seharusnya berperan sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat, bukan sebagai alat untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum dan merugikan orang lain. Praktik pemerasan dan intimidasi yang dilakukan oleh sebagian ormas menunjukkan penyimpangan yang serius.
Pemerintah, melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap aktivitas ormas. Hal ini penting untuk memastikan bahwa ormas beroperasi sesuai dengan aturan hukum dan tidak merugikan masyarakat. Langkah-langkah tegas, termasuk pembubaran, perlu dipertimbangkan jika terdapat pelanggaran yang berat dan sistematis.
Peran Aparat Negara dalam Menjaga Keamanan dan Ketertiban
Aria Bima juga menekankan bahwa masalah pertahanan dan keamanan negara merupakan wewenang aparat negara, bukan ormas. Ormas tidak boleh merasa memiliki kewenangan untuk melakukan penetrasi atau menciptakan keonaran yang mengganggu stabilitas nasional. Intervensi ormas dalam urusan keamanan dapat menimbulkan konflik dan mengancam kedaulatan negara.
Aparat penegak hukum perlu bersikap tegas dan adil dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan ormas yang melakukan pelanggaran hukum. Proses penegakan hukum harus transparan dan akuntabel untuk mencegah terjadinya impunitas dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum yang berlaku.
Evaluasi Mendalam terhadap Ormas
Undang-undang yang mengatur tentang ormas harus digunakan secara efektif sebagai instrumen pengawasan dan penegakan hukum. Kemendagri perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kinerja dan aktivitas ormas. Evaluasi ini perlu meliputi aspek kepatuhan hukum, transparansi keuangan, dan kontribusi nyata ormas terhadap masyarakat.
Ormas yang hanya menjadi saluran untuk bertindak sewenang-wenang, tanpa memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, harus dievaluasi dan diberikan sanksi yang sesuai. Keberadaan ormas seharusnya memberikan dampak positif bagi masyarakat, bukan sebaliknya.
Solusi dan Rekomendasi
Untuk mencegah praktik pemerasan dan pelanggaran hukum lainnya yang dilakukan oleh ormas, diperlukan beberapa langkah strategis. Diantaranya adalah peningkatan pengawasan dan penegakan hukum yang lebih efektif, peningkatan transparansi dan akuntabilitas ormas, serta sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang hak dan kewajiban terkait kebebasan berserikat.
Penting juga untuk membangun kesadaran kolektif bahwa kebebasan berserikat harus dijalankan dengan bertanggung jawab dan tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu yang merugikan masyarakat luas. Kerja sama antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat sipil sangat penting untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan ormas yang sehat dan bermanfaat bagi bangsa.
Lebih lanjut, diperlukan pula revisi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang ormas agar lebih komprehensif dan responsif terhadap perkembangan terkini. Peraturan tersebut harus mampu memberikan perlindungan kepada masyarakat dari tindakan sewenang-wenang ormas sekaligus menjamin hak kebebasan berserikat bagi ormas yang taat hukum.