Matahari mulai menari-nari di atas kepala. Pagi itu, udara panas sudah terasa menyengat kulit, aspal mengepulkan hawa panas, dan klakson kendaraan bermotor bersahut-sahutan di jalanan Jakarta yang ramai.
Di tengah hiruk pikuk kendaraan bermotor, seorang pria dengan helm kuning dan kacamata hitam terlihat menunduk, mengayuh sepeda menuju ke tempat kerjanya di Jakarta. Pria ini adalah John Herman, seorang pegawai perusahaan IT di Kebayoran Baru yang setiap hari menempuh perjalanan Depok-Jakarta.
Perjuangan John sungguh luar biasa. Ia memiliki semangat yang membara dalam menjalani rutinitasnya. “Saya dari Depok Timur mau ke kantor di kawasan Kebayoran Baru, jarak tempuh kira-kira 20 km dan memakan waktu 1 jam 15 menit,” kata John memulai perbincangan dengan Liputan6.com, Jumat (25/4/2025).
Keringat mengucur di pelipisnya, namun raut mukanya tetap santai. Ia dengan senang hati bercerita tentang pengalamannya bersepeda ke kantor.
John memilih sepeda sebagai alat transportasi utamanya karena alasan efisiensi dan kesehatan. “Kalau hari biasa, jam 9 sudah berangkat dan sampai kantor sekitar 1 jam 15 menit,” ujarnya. Ia telah terbiasa dengan rutinitas ini.
Tantangan Bersepeda di Jakarta
Namun, di balik kesehariannya yang tampak tenang, John juga menghadapi berbagai tantangan. Di Jakarta, pesepeda masih sering terpinggirkan. Jalur khusus sepeda yang disediakan pemerintah seringkali menjadi rebutan dengan pengendara sepeda motor.
“Sering banget, dan ya itu pemotor kadang-kadang suka nyerobot. Kadang-kadang kalau jalur kepakai itu agak menyusahkan,” keluhnya. Ia sering merasa terganggu dengan perilaku pengendara motor yang tidak tertib.
Meskipun terkadang merasa kesal dan emosi, John lebih sering memilih untuk diam dan mengalah. “Kalau lagi capek kadang kita bales, tapi kalau mood lagi biasa ya udah kita diemin aja, kita ngalah aja,” tuturnya.
Ia mengingat suatu kejadian di mana ia disenggol oleh seorang pengendara motor di jalur sepeda. Alih-alih meminta maaf, pengendara tersebut justru marah. John pun memberikan nasehat kepada pengendara tersebut. “Kalau sama pemotor, kalau kita udah bener terus diserobot jalur dipotong kita harus tunjukkin kalau kita bener,” tegasnya.
Keluhan Pesepeda yang Perlu Didengar
John juga menyoroti masalah kurangnya fasilitas sepeda yang memadai dan aman, khususnya tempat parkir. Ia sering mendengar kabar dari teman-teman komunitasnya yang kehilangan sepeda di tempat parkir, misalnya di parkiran MRT. “Walaupun ada parkiran, keamanan kurang,” ujarnya.
Ia berharap Gubernur Jakarta, yang juga seorang penggemar sepeda, dapat memperbaiki fasilitas untuk pesepeda. Meskipun Jakarta sudah memiliki cukup banyak jalur sepeda, bike sharing, dan tempat parkir sepeda, kesadaran pengendara motor masih menjadi kendala utama.
“Diteruskan lah jalur sepeda yang sudah ada di Jakarta, kalau bisa ditambah, kalau bisa dipertahankan atau ditertibkan,” harapnya.
Perlu Kampanye Keselamatan dan Gowes Bareng
Sebagai solusi, John mengusulkan agar diadakan acara gowes bareng yang lebih sering dan diiringi kampanye keselamatan berlalu lintas. Acara ini dapat meningkatkan kesadaran pengendara motor dan pengguna jalan lainnya tentang prioritas pesepeda di jalan raya.
“Bahwa pesepeda mesti didahulukan karena hirarki di jalan raya, jalan kaki, pesepeda, baru kendaraan. Karena bersepeda untungin, pertama kita lebih sehat, kedua mengurangi kemacetan. Pertama sehat, ongkos berkurang, kedua kurangi kemacetan,” jelasnya.
Pendapat John didukung oleh Ujang, petugas PJLP di Dinas Pertamanan yang juga pesepeda. “Dari muda saya udah sepedaan. Sekarang anak udah tiga. Alhamdulillah jalur sepeda sekarang udah mulai banyak. Tapi ya gitu, kadang pemotor masih aja main serobot,” ujarnya.
Syifa, seorang mahasiswa, juga mengeluhkan kondisi jalur sepeda yang kurang lebar dan sering digunakan oleh pengendara motor. “Kurang diperlebar, karena kadang pemotor suka enggak mau ngalah sama pesepeda, terus jalur sepeda suka dipakai sama pemotor,” ucapnya.
Namun ia juga mengakui bahwa kondisi jalur sepeda di Jakarta sudah cukup baik jika dibandingkan dengan daerah penyangga lainnya. Harapannya sederhana: “Beneran deh diurusin, diproses supaya banyak masyarakat Indonesia lebih banyak naik sepeda,” harap Syifa.
Kondisi Jalur Sepeda yang Memprihatinkan
Kondisi jalur sepeda di beberapa ruas jalan utama Jakarta, seperti Jalan Imam Bonjol dan Sudirman-Thamrin, menunjukkan betapa masih banyak yang perlu dibenahi. Di Sudirman-Thamrin, misalnya, jalur sepeda banyak yang retak dan aspalnya mengelupas. Bahkan, jalur tersebut seringkali digunakan sebagai tempat parkir oleh ojek online dan taksi.
Kondisi serupa juga ditemukan di Jalan Panglima Polim sampai Fatmawati, bahkan lebih parah lagi. Banyak jalur sepeda yang pudar dan digunakan oleh pengendara motor untuk berhenti menunggu penumpang. Karena lebar jalan tidak memadai, pesepeda harus berbagi jalur dengan kendaraan bermotor.
Meskipun Jakarta telah memiliki jalur sepeda sepanjang 313,607 kilometer, perbaikan infrastruktur dan penegakan peraturan lalu lintas yang konsisten masih sangat dibutuhkan untuk memastikan keamanan dan kenyamanan pesepeda di jalan raya.
Kesimpulannya, perlu adanya sinergi antara pemerintah, pengendara sepeda dan pengendara kendaraan bermotor untuk menciptakan lingkungan bersepeda yang aman dan nyaman di Jakarta. Perbaikan infrastruktur, kampanye kesadaran berlalu lintas, dan penegakan peraturan yang tegas merupakan kunci untuk mewujudkan hal tersebut.