Anggota Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia, mengingatkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk berhati-hati dalam menetapkan Solo, Jawa Tengah, sebagai daerah berstatus istimewa. Kehati-hatian ini penting mengingat usulan penambahan daerah otonomi baru yang meningkat signifikan, dari 329 menjadi 341 usulan, termasuk enam wilayah yang menginginkan status istimewa.
Doli menyatakan skeptisisme terhadap lonjakan usulan ini. Komisi II DPR baru saja menyelesaikan penyederhanaan 20 undang-undang daerah provinsi dan 120 kabupaten/kota. Penyederhanaan ini difokuskan pada pembenahan dasar hukum daerah yang selama ini mengacu pada aturan lama, demi keselarasan dengan UUD 1945.
“Nah ini kemarin sudah kita sepakati. Pokoknya ini dalam rangka untuk merapikan semuanya harus berdasarkan UUD 45. Alas hukumnya UUD 45, NRI 45 dan kemudian peraturan yang satu provinsi, satu undang-undang,” tegas Doli di kompleks parlemen, Jumat (25/4).
Doli menekankan kesepakatan Komisi II DPR untuk tidak membahas usulan di luar penyederhanaan hukum daerah tersebut. Usulan lain, seperti pemekaran daerah atau perubahan nama provinsi (misalnya Sumatera Barat menjadi Minangkabau), termasuk perubahan status daerah menjadi istimewa, tidak termasuk dalam fokus penyederhanaan ini.
Status Istimewa: Yogyakarta dan Sejarahnya
Saat ini, hanya Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memiliki status istimewa. Daerah lain hanya memiliki status otonomi khusus, seperti provinsi-provinsi di Papua, Jakarta, dan Aceh. Status istimewa Aceh sebelumnya terkait dengan sejarah perjuangan kemerdekaan, namun status tersebut telah hilang pasca reformasi.
Doli menjelaskan alasan status istimewa DIY. “Nah ini juga latar belakangnya sejarah karena masyarakat Aceh waktu itu pernah kumpulkan uang untuk bantu pemerintah beli pesawat. Namanya pesawat Selawat. Makanya waktu itu pertimbangan dia jadi daerah istimewa walaupun sekarang istimewanya sudah hilang. Ya enggak ada lagi. Jadi yang pakai istimewa itu adalah Yogyakarta,” jelasnya.
DIY mempertahankan status istimewanya karena peran historis Kesultanan Yogyakarta sebelum kemerdekaan Indonesia. Peran tersebut dianggap signifikan dalam perjuangan kemerdekaan. Tidak ada kabupaten/kota yang pernah memiliki status istimewa atau otonomi khusus, hanya provinsi.
Kekhawatiran Munculnya Usulan Serupa
Doli khawatir, penetapan Solo sebagai daerah istimewa akan memicu usulan serupa dari daerah lain yang juga memiliki sejarah kerajaan. “Nanti teman-teman di Pontianak, dia bilang di sana ada sultan yang kemarin menciptakan lambang Garuda Pancasila. Nanti mereka minta istimewa juga,” katanya.
Ia juga memperingatkan bahwa perubahan status atau pemekaran daerah membutuhkan proses panjang dan berpotensi menimbulkan masalah baru. Pemerintah, menurutnya, tidak perlu menindaklanjuti usulan tersebut jika tidak ada urgensi. “Kalau tidak ada urgensinya tidak usah diputuskan untuk mengubah nama-nama itu. Itu berbeda. Urusannya pasti lebih mudah. Ini cuma merubah undang-undang saja kalau mau menambah. Beda dengan soal pemekaran,” tandasnya.
Doli secara tegas mempertanyakan dasar usulan Solo menjadi daerah istimewa. “Nah makanya kita harus cek betul tuh yang mengajukan misalnya disebutkan Solo ini ingin menjadikan daerah istimewa. Daerah istimewa apa? Dia mau jadi provinsi dulu? Atau kabupaten kota? Kalau kabupaten kota nggak dikenal daerah istimewa,” tanyanya retoris.
Ia menambahkan, pemerintah perlu mempertimbangkan dengan cermat alasan dan latar belakang usulan tersebut sebelum mengambil keputusan. Hal ini penting untuk menghindari potensi munculnya masalah dan ketidakadilan di daerah lain. Pemerintah harus benar-benar jeli dan hati-hati dalam menilai setiap usulan.
Kesimpulannya, perubahan status daerah menjadi istimewa bukanlah hal yang mudah dan perlu pertimbangan yang matang. Sejarah, urgensi, dan potensi dampaknya terhadap daerah lain harus dikaji secara mendalam sebelum keputusan diambil. Proses ini membutuhkan waktu dan kajian yang komprehensif, bukan keputusan yang tergesa-gesa.