Pemerintah Indonesia tengah melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) untuk menurunkan tarif impor produk pangan. Sebagai bagian dari negosiasi tersebut, Indonesia menawarkan peningkatan impor komoditas pangan dari AS. Langkah ini bertujuan untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua negara.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso memastikan bahwa peningkatan impor dari AS tidak akan mengganggu target swasembada pangan nasional pada tahun 2026. “Enggak, sama sekali nggak (ganggu),” tegas Budi saat diwawancarai di Sarinah Mall, Jakarta Pusat, Minggu (20/4/2025).
Negosiasi ini ditargetkan selesai dalam waktu dua bulan. “Kan kemarin sampaikan dua bulan harus selesai kan. Jadi kita tunggu aja kan kita belum tahu apa namanya, negosiasinya kan belum, (masih) berjalan ya,” jelas Budi. Rincian komoditas pangan yang akan diimpor dari AS masih dirahasiakan karena negosiasi masih berlangsung.
Meskipun detail komoditas masih belum diungkap, Mendag Budi memastikan pemerintah telah mempersiapkan berbagai strategi. “Ya masih, jadi kalau dari kita masih sudah mempersiapkan. Mungkin saya belum ngomong dulu ya, sebab kami persiapkan semua termasuk strategi seperti apa, tapi nantikan ketemu tim negosiasi kita dengan Amerika. Nah itu baru dibahas lebih detail, tapi yang namanya negosiasi kita, nggak ada ngomong dulu deh,” ungkap Budi.
Strategi Pengalihan Impor, Bukan Peningkatan Kuantitas
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai strategi impor pangan ini. Ia menekankan bahwa langkah ini bukanlah tentang meningkatkan jumlah impor secara keseluruhan, melainkan mengalihkan sumber impor.
Selama ini, Indonesia mengimpor komoditas seperti gandum dan kedelai (termasuk olahannya seperti susu kedelai) dari berbagai negara, termasuk Ukraina dan Australia. Dengan negosiasi ini, Indonesia berencana mengurangi impor dari negara-negara tersebut dan beralih ke AS sebagai pemasok utama.
“Swasembada pangan tidak akan terganggu dengan apa yang dibeli dari AS. Karena selama ini baik itu gandum, soya bean, dan soya bean milk kita impor tak hanya dari dari AS, tapi dari Australia, Ukraina, dan negara lain. Kami hanya melakukan pengalihan impor untuk bahan baku pangan tersebut,” jelas Airlangga dalam keterangan pers virtual, Jumat (18/4).
Dampak terhadap Petani Lokal dan Swasembada Pangan
Meskipun pemerintah memastikan bahwa peningkatan impor dari AS tidak akan mengganggu swasembada pangan, penting untuk memperhatikan potensi dampaknya terhadap petani lokal. Pengalihan impor ini perlu diimbangi dengan kebijakan yang mendukung peningkatan produksi dalam negeri dan melindungi petani dari persaingan yang tidak sehat.
Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan impor ini tidak hanya berfokus pada harga murah, tetapi juga memperhatikan aspek kualitas, keberlanjutan, dan dampaknya terhadap perekonomian domestik. Transparansi dan keterbukaan informasi terkait negosiasi dan dampaknya sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik.
Evaluasi berkala terhadap kebijakan ini juga krusial. Pemerintah perlu memantau secara ketat dampaknya terhadap harga pasar domestik, produksi dalam negeri, dan kesejahteraan petani. Jika ditemukan dampak negatif, penyesuaian kebijakan perlu segera dilakukan.
Kesimpulan
Negosiasi impor pangan dengan AS merupakan strategi yang kompleks. Meskipun pemerintah menekankan pengalihan impor, bukan peningkatan kuantitas, perlu pengawasan ketat dan evaluasi berkala untuk memastikan keberhasilannya tanpa mengorbankan swasembada pangan dan kesejahteraan petani lokal. Transparansi dan keterbukaan informasi dari pemerintah sangat penting dalam proses ini.