Kecelakaan truk di Tol Purbaleunyi kembali terjadi. Sebuah truk tronton gagal menanjak di KM 117+300, Desa Bojongkoneng, Kabupaten Bandung Barat, dan mundur secara zigzag hingga menabrak truk di belakangnya. Kejadian ini terjadi Jumat pagi, di ruas Tol Purbaleunyi arah Bandung.
Kanit Penegakan Hukum (Gakkum) Sat Lantas Mapolres Cimahi, Ipda Yusup Gustiana, membenarkan insiden tersebut. Ia menyatakan bahwa kecelakaan disebabkan oleh kesalahan pengemudi truk dalam mengoper gigi persneling saat menanjak. Akibatnya, truk kehilangan daya dan mundur tak terkendali.
Meskipun terjadi benturan antar truk, beruntung tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan ini. Kerugian materiil ditaksir sekitar Rp 5 juta. Pihak kepolisian masih menyelidiki kelengkapan dokumen kendaraan, termasuk Surat Izin Mengemudi (SIM) sang sopir.
Kejadian yang Berulang dan Bahayanya
Insiden ini bukanlah kasus pertama truk gagal menanjak di jalan tol. Banyak kejadian serupa terjadi di berbagai lokasi, bahkan beberapa di antaranya mengakibatkan korban jiwa. Hal ini menjadi perhatian serius mengingat potensi bahaya yang sangat tinggi.
Investigator Senior KNKT, Ahmad Wildan, menyoroti rendahnya pemahaman para sopir truk di Indonesia mengenai cara mengemudi yang benar, teknologi kendaraan, dan fungsi-fungsi penting di dalam truk. Kurangnya pengetahuan ini berkontribusi besar pada kecelakaan yang terjadi.
Wildan menekankan pentingnya pelatihan yang komprehensif bagi para sopir truk. Pelatihan tersebut harus mencakup pemahaman teknologi kendaraan, seperti perbedaan antara service brake dan parking brake, yang kerap menjadi penyebab kecelakaan karena kesalahan pemahaman.
Kurangnya Pelatihan dan Kesalahan Pengemudi
Salah satu penyebab utama kecelakaan truk adalah “skill based error”, yaitu kesalahan yang dilandasi ketidakpahaman pengemudi terhadap teknologi dan fungsi kendaraan yang mereka operasikan. Ketidakpahaman ini bukan faktor utama, namun menjadi perhatian khusus yang perlu segera ditangani.
Wildan menyayangkan kurangnya pelatihan yang berbasis pada temuan-temuan KNKT mengenai penyebab kecelakaan. Ia berharap pelatihan mengemudi truk lebih fokus pada temuan-temuan di lapangan, agar para sopir lebih siap dan mampu mengantisipasi berbagai situasi di jalan, termasuk kondisi jalan menanjak.
“Pelatihan-pelatihan digelar tidak berbasis pada temuan-temuannya. Jadi saya ambil contoh, sopir nggak bisa bedain antara service brake dan parking brake yang cara kerjanya beda. Apakah ini ada di pelatihan-pelatihan atau SIM B1 dan B2? Tidak ada semuanya,” ujar Wildan.
Ia menambahkan, “Makanya kami mendorong semua pelatihan mulailah kurikulum dari temuan-temuan KNKT mengenai penyebab kecelakaan.” Pernyataan ini menunjukkan betapa pentingnya revisi kurikulum pelatihan mengemudi truk di Indonesia.
Solusi dan Rekomendasi
Untuk mencegah kejadian serupa terulang, perlu adanya peningkatan kualitas pelatihan bagi para sopir truk. Kurikulum pelatihan harus diperbaharui dan disesuaikan dengan temuan-temuan KNKT, sehingga mencakup pemahaman teknologi dan fungsi kendaraan secara komprehensif.
Selain itu, perlu dilakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap kelaikan kendaraan dan pengemudi. Pengecekan berkala terhadap kondisi rem, sistem transmisi, dan kelengkapan dokumen seperti SIM sangat penting untuk memastikan keselamatan di jalan raya.
Lebih jauh, perlu juga kampanye edukasi dan sosialisasi kepada para sopir truk tentang pentingnya pengetahuan dan keterampilan mengemudi yang aman. Peningkatan kesadaran dan pemahaman akan menjadi kunci utama dalam mengurangi angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan truk.
Kesimpulannya, kecelakaan truk di Tol Purbaleunyi ini menjadi pengingat akan pentingnya pelatihan dan pemahaman yang komprehensif bagi para sopir truk. Peningkatan kualitas pelatihan, pengawasan yang ketat, dan kampanye edukasi menjadi langkah krusial untuk mengurangi angka kecelakaan di jalan raya.