Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Febri Diansyah, mantan juru bicara KPK yang kini menjadi pengacara tersangka kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku. Pemeriksaan ini terkait keterlibatan Febri dalam ekspose atau gelar perkara kasus tersebut. Hal ini menuai beragam reaksi, termasuk dari masyarakat.
Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menilai pemeriksaan Febri Diansyah tidak relevan. Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyatakan tidak ada larangan bagi mantan pegawai KPK untuk menjadi pengacara tersangka kasus korupsi. Menurutnya, fokus KPK seharusnya pada penyelesaian kasus Harun Masiku secara tuntas.
Boyamin menekankan pentingnya KPK mengusut kasus Harun Masiku secara menyeluruh, termasuk keterlibatan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan tersangka lain yang belum disidangkan, seperti Donny Tri. Ia berpendapat bahwa pengetahuan Febri Diansyah tidak akan mengganggu alat bukti yang sudah dimiliki KPK.
“Saya kira tidak terlalu urgen dan relevan bahwa Febri pernah ikut ekspose karena nyatanya memang tidak ada larangan apa pun pimpinan maupun pegawai KPK jadi lawyer perkara korupsi yang ditangani KPK,” tegas Boyamin.
Ia menambahkan bahwa KPK saat ini harus fokus membuktikan di persidangan kesalahan para terdakwa. KPK, menurut Boyamin, perlu beradu argumen dan bukti di persidangan, bukan memeriksa Febri Diansyah. Pemanggilan Febri dianggapnya berlebihan dan tidak substansial.
“Kalau ada alat bukti Harun Masiku segala macam tidak akan terganggu oleh pengetahuan Febri, misalnya kalau ada alat buktinya lengkap apakah Febri dengan begitu misalnya tahu rahasianya bisa memukul balik KPK kan nggak,” jelas Boyamin.
“Jadi bahasanya ‘seribu Febri pun tidak ngaruh’. KPK tidak perlu mengutak-atik Febri dengan memanggil, berlebihan menurut saya. Nyatanya hal demikian bukan substansi dan Febri bukan penyidik dan pengetahuannya terbatas,” tambahnya lagi.
Sementara itu, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menjelaskan bahwa Febri Diansyah diperiksa karena mengikuti ekspose perkara Harun Masiku saat masih menjabat sebagai Kepala Biro Humas KPK. Namun, detail pemeriksaan belum dapat diungkapkan dan akan disampaikan di persidangan.
Penjelasan Febri Diansyah
Febri Diansyah sendiri telah memberikan klarifikasi usai diperiksa KPK pada 14 April. Ia menekankan bahwa dirinya sudah tidak menjabat sebagai juru bicara KPK saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus Harun Masiku terjadi pada 8 atau 9 Januari 2020.
“Yang kedua, pada saat OTT terjadi pada tanggal 8 atau 9 Januari 2020, saya bukan lagi menjadi juru bicara KPK,” ungkap Febri Diansyah.
Meskipun demikian, ia mengakui turut serta dalam rapat persiapan konferensi pers OTT tersebut untuk membantu penyebaran informasi kepada media. Ia menegaskan tidak mendapatkan informasi rahasia dalam kegiatan tersebut, dan semua informasi yang didapatkannya ditujukan untuk publikasi.
Analisis Situasi
Perdebatan seputar pemeriksaan Febri Diansyah menyoroti pentingnya menjaga independensi lembaga penegak hukum dan hak setiap warga negara untuk mendapatkan pembelaan hukum. Di satu sisi, KPK berargumen bahwa pemeriksaan tersebut penting untuk mengungkap seluruh fakta kasus. Di sisi lain, kritik muncul karena dianggap menghambat proses hukum dan mengalihkan fokus dari penyelesaian kasus utama.
Kasus ini juga memicu diskusi tentang batas antara kepentingan publik dan hak individu dalam konteks pemberantasan korupsi. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah bagaimana menyeimbangkan upaya pengungkapan kebenaran dengan perlindungan hak-hak individu, termasuk hak untuk mendapatkan pembelaan hukum yang layak.
Terlepas dari berbagai pandangan, penyelesaian kasus Harun Masiku tetap menjadi prioritas utama. KPK harus mampu membuktikan tuduhan korupsi secara meyakinkan di persidangan, terlepas dari peran Febri Diansyah dalam proses tersebut.
Kesimpulannya, kasus ini menyajikan dilema yang kompleks antara kepentingan penegakan hukum dan hak-hak individu. Proses hukum harus tetap transparan dan adil, dan fokus utama tetap pada mengungkap kebenaran dan membawa para pelaku korupsi ke pengadilan.