Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memastikan bahwa mundurnya LG Energy Solution (LGES) dari proyek kendaraan listrik (EV) nasional tidak akan mengganggu peta jalan pengurangan emisi karbon Indonesia. Posisi LGES telah digantikan oleh Huayou, perusahaan asal China yang bergerak di bidang penelitian, pengembangan, dan manufaktur material baterai lithium-ion dan material kobalt.
Pergantian investor dalam proyek besar seperti ini merupakan hal yang biasa terjadi. Pemerintah memastikan bahwa target program pengembangan EV di Indonesia tetap akan tercapai sesuai rencana. Hal ini ditegaskan Menteri Agus dalam keterangan tertulis pada Kamis, 24 April 2025.
Agus menambahkan bahwa akselerasi pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia tetap berjalan sesuai rencana dan target. Keberadaan perusahaan-perusahaan yang telah memproduksi baterai untuk kendaraan listrik menjadi bukti nyata dari hal tersebut.
Perkembangan Industri Baterai Kendaraan Listrik di Indonesia
Saat ini, Indonesia telah memiliki beberapa perusahaan yang memproduksi baterai untuk kendaraan listrik, baik untuk motor listrik maupun mobil listrik. Untuk motor listrik, terdapat PT Industri Ion Energisindo dengan kapasitas produksi 10.000 pak baterai per tahun dan investasi Rp 18 miliar, serta PT Energi Selalu Baru dengan kapasitas produksi 12.000 pak baterai per tahun dan investasi Rp 15 miliar.
Sementara untuk mobil listrik, terdapat PT HLI Green Power, sebuah konsorsium antara Hyundai Group dan (sebelumnya) LG, dengan kapasitas produksi tahap pertama 10 GWh dan investasi 1,1 miliar dolar AS. PT Hyundai Energy Indonesia, sebagai produsen baterai pak, memiliki kapasitas produksi 120.000 pak baterai dan investasi Rp 674 miliar. Perusahaan ini akan memasok baterai untuk 150.000 hingga 170.000 unit kendaraan bermotor listrik.
Selain itu, terdapat PT International Chemical Industry dengan kapasitas produksi 100 MWh per tahun (setara 9 juta sel), dengan target 256 MWh per tahun (setara 25 juta sel). Kemudian, PT Gotion Green Energy Solutions Indonesia juga berkontribusi dengan investasi lebih dari 8,7 juta dolar AS dan kapasitas produksi 17.952 unit per tahun.
Kebijakan Hilirisasi dan Kemandirian Industri
Pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia sejalan dengan kebijakan hilirisasi pemerintah, yang menjadi program prioritas. Tujuannya adalah untuk menciptakan nilai tambah dari sumber daya alam Indonesia, khususnya nikel, dan membuat industri baterai EV nasional lebih mandiri dan kompetitif.
Dengan demikian, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor dan memperkuat posisi di pasar global. Pemerintah juga mendorong pengembangan teknologi daur ulang baterai untuk menciptakan ekosistem baterai kendaraan listrik yang terintegrasi dan berkelanjutan.
Integrasi industri baterai EV dari hulu (pengolahan nikel) hingga hilir (produksi baterai), termasuk daur ulang, menjadi fokus utama pemerintah untuk memastikan keberlanjutan dan kemandirian industri baterai di Indonesia.
Kepercayaan pemerintah terhadap pengembangan industri baterai dalam negeri tetap tinggi. Meskipun adanya perubahan mitra investasi, pemerintah optimistis bahwa target pengembangan ekosistem kendaraan listrik tetap akan tercapai sesuai rencana. Hal ini didasarkan pada kapasitas produksi yang telah ada dan komitmen investasi yang terus berlanjut.