Kasus dugaan pelecehan seksual di sebuah pondok pesantren (ponpes) di Gunung Sari, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) berhasil dibongkar berkat inspirasi dari serial Malaysia yang tengah viral, ‘Bidaah’. Serial tersebut menampilkan tokoh antagonis bernama Walid yang melakukan tindakan pelecehan serupa, memberikan keberanian bagi para korban untuk akhirnya berani bersuara.
AF, ketua yayasan sekaligus pimpinan ponpes tersebut, diduga telah mencabuli puluhan santriwatinya. Para korban, yang merupakan alumni ponpes, merasa pengalaman mereka sangat mirip dengan apa yang dialami korban Walid dalam serial ‘Bidaah’. Kesamaan kisah inilah yang mendorong mereka untuk melaporkan kasus ini kepada pihak berwajib.
“Korban ini adalah alumni santriwati pondok yang terinspirasi dari film ‘Bidaah’ Malaysia. Kemudian, kok di film itu hampir sama dengan pengalamannya di pondok yang dilakukan oleh terduga pelaku ini,” ungkap Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram, Joko Jumadi.
Modus operandi AF sangat terencana dan memanfaatkan kepercayaan para santri. Ia menjanjikan keberkahan kepada para korban jika mau menuruti tindakan bejatnya. Janji untuk mendapatkan keberkahan dan melahirkan anak-anak yang saleh menjadi daya tarik dan jebakan bagi para korban yang masih polos dan lugu.
“Modusnya adalah si pimpinan ponpes ini menjanjikan akan memberikan keberkatan di rahimnya (korban) supaya dapat melahirkan anak-anak yang akan menjadi seorang wali,” jelas Joko Jumadi. Pernyataan ini menggambarkan betapa liciknya pelaku dalam menjalankan aksinya.
Saat ini, AF telah diamankan oleh pihak kepolisian. Statusnya masih sebagai terlapor, namun proses penyelidikan tengah berjalan intensif. Pihak kepolisian juga tengah menyelidiki kemungkinan adanya korban lain dan lokasi-lokasi lain yang digunakan AF untuk melakukan aksinya.
“Pelaku (AF) saat ini kami amankan terlebih dahulu, karena menimbang situasi di sana belum kondusif,” kata Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili. Hal ini menunjukkan keprihatinan pihak kepolisian terhadap situasi yang mungkin terjadi jika pelaku tidak segera diamankan.
AKP Regi Halili menambahkan bahwa dugaan pelecehan seksual dilakukan AF di berbagai tempat di dalam ponpes. “Ya betul (banyak tempat), ada yang di kamar, di ruangan, dan ada di ruangan tertentu, kami masih melakukan pendalaman,” ujarnya. Hal ini menunjukan bahwa tindakan AF bukan hanya sekali terjadi.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan kembali mengingatkan pentingnya perlindungan anak, khususnya di lingkungan pendidikan keagamaan. Peran orang tua, lembaga pendidikan, dan aparat penegak hukum sangat penting untuk mencegah dan menangani kasus serupa di masa mendatang. Selain itu, edukasi mengenai pelecehan seksual kepada anak-anak juga sangat penting dilakukan sedini mungkin agar mereka dapat mengenali dan berani melaporkan jika mengalami hal serupa.
Viralitas serial ‘Bidaah’ dan kesamaan modus operandi yang ditampilkan di dalamnya dengan kasus ini menunjukkan pentingnya peran media dan hiburan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap isu pelecehan seksual. Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak dan mendorong terciptanya lingkungan yang aman dan melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan seksual.
Pihak kepolisian menghimbau kepada para korban lainnya untuk segera melapor agar kasus ini dapat diusut tuntas dan pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal. Perlindungan dan pemulihan bagi para korban juga menjadi hal yang sangat penting dalam kasus ini.