Advokat Windu Wijaya mengajukan uji materi terhadap Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2024 tentang Kantor Komunikasi Kepresidenan (Perpres PCO) ke Mahkamah Agung (MA). Alasannya berlandaskan pertimbangan yuridis dan tata kelola pemerintahan yang baik. Windu menilai terdapat ketidaksesuaian antara tugas dan fungsi institusi pemerintahan, khususnya terkait keabsahan struktur kelembagaan negara.
Permohonan Windu meminta MA menyatakan Perpres PCO tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan menyatakan lembaga Kantor Komunikasi Kepresidenan tidak sah menjalankan tugas dan fungsinya. “Saya meminta kepada MA untuk menyatakan Perpres itu dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan menyatakan lembaga kantor komunikasi kepresidenan tidak sah menjalankan tugas dan fungsi,” ujar Windu kepada wartawan pada Selasa (22/4).
Windu menilai Perpres PCO secara eksplisit mengalihkan fungsi komunikasi politik dari Kantor Staf Presiden (KSP) ke PCO. Namun, Pasal 2 Perpres 83 Tahun 2019 yang menetapkan tugas komunikasi politik di KSP, tidak dicabut atau disesuaikan. Hal ini menurutnya menimbulkan ketimpangan normatif: KSP tetap memiliki tugas komunikasi politik, tetapi tidak lagi memiliki fungsi untuk melaksanakannya.
Situasi ini, menurut Windu, menimbulkan kekosongan efektivitas norma, kebingungan administratif, potensi tumpang tindih, dan dualisme kewenangan antar lembaga. Lebih lanjut, Perpres 82 Tahun 2024 menempatkan posisi juru bicara presiden di bawah koordinasi Kepala Kantor Kepresidenan. Ini dinilai menimbulkan persoalan konstitusional karena peran juru bicara merupakan manifestasi kehendak politik Presiden dan seharusnya berada di bawah kendali penuh Presiden, bukan subordinasi kelembagaan lain. “Ini menimbulkan persoalan konstitusional karena peran juru bicara adalah manifestasi kehendak politik Presiden, dan seharusnya berada langsung di bawah kendali penuh Presiden, bukan dalam subordinasi kelembagaan lain,” tegasnya.
Poin-poin Penting Gugatan Windu Wijaya
Mahkamah Agung (MA) telah menerima permohonan uji materiil terhadap Perpres PCO pada 17 April 2025. Windu mengajukan uji materiil terhadap empat pasal dalam Perpres tersebut, yaitu Pasal 3, Pasal 4, Pasal 48 ayat (1), dan Pasal 52. Uji materiil ini bertujuan untuk menguji keabsahan dan legalitas Perpres PCO dari sisi hukum dan konstitusional.
Juru Bicara Istana, Prasetyo Hadi, mengaku belum menerima salinan gugatan resmi. Ia menyatakan akan mempelajari isi gugatan tersebut terlebih dahulu. “Belum, ini hari Senin, saya belum terima salinan gugatan tersebut, tapi apapun nanti coba kita pelajari,” ujarnya kepada wartawan di Istana Negara, Senin (21/4).
Namun, Prasetyo Hadi menilai sejak awal kehadiran PCO tidak tumpang tindih dengan KSP. “Karena Perpres PCO, Kantor Komunikasi Kepresidenan, kemudian KSP, itu sejak awal sudah didesain sedemikian rupa bahwa tidak ada tugas-tugas yang tadi disebutkan tumpang tindih itu tidak ada,” tuturnya.
Analisis Lebih Dalam Terhadap Gugatan
Gugatan Windu Wijaya mengangkat isu penting tentang tata kelola pemerintahan yang baik dan pembagian kewenangan antar lembaga negara. Pertanyaan mengenai efektivitas dan efisiensi komunikasi politik pemerintah menjadi sorotan. Apakah pemisahan fungsi komunikasi politik antara KSP dan PCO benar-benar efektif dan menghindari tumpang tindih? Atau justru menciptakan kebingungan dan ketidakjelasan dalam proses pengambilan keputusan dan penyampaian informasi kepada publik?
Posisi juru bicara presiden juga menjadi titik krusial dalam gugatan ini. Apakah menempatkan juru bicara di bawah koordinasi Kepala Kantor Kepresidenan mengurangi kebebasan dan independensi dalam menyampaikan informasi kepada publik? Apakah hal ini sejalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas pemerintahan?
Putusan MA atas gugatan ini akan memiliki dampak signifikan terhadap struktur kelembagaan pemerintahan dan praktik komunikasi politik di Indonesia. Keputusan ini akan memberikan kepastian hukum dan menetapkan batasan kewenangan antar lembaga negara yang terkait.
Proses hukum ini juga menunjukkan pentingnya mekanisme judicial review sebagai alat kontrol atas kebijakan pemerintah. Dengan adanya permohonan uji materi, masyarakat dapat mengajukan sanggahan terhadap peraturan pemerintah yang dianggap bertentangan dengan hukum dan konstitusi.
Perkembangan selanjutnya dari gugatan ini patut untuk dipantau dan dianalisis lebih lanjut. Putusan MA akan memberikan kejelasan terhadap struktur dan fungsi lembaga pemerintah yang terkait, serta mempengaruhi cara pemerintah berkomunikasi dengan publik di masa mendatang.
Kesimpulannya, gugatan ini menghadirkan diskusi penting terkait transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi pemerintahan. Hasilnya akan berpengaruh besar pada bagaimana Indonesia menjalankan komunikasi politiknya di masa depan.