Abu vulkanik akibat letusan Gunung Lewotobi Laki-laki telah mencapai Desa Kobasoma, Kecamatan Titehena, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Selasa (22/4). Hal ini dikonfirmasi oleh Kepala Bidang (Kabid) Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Flores Timur, Avelina Hallan. Meskipun abu telah sampai ke titik pengungsian di desa tersebut, aktivitas warga dilaporkan tidak terganggu.
Avelina menjelaskan bahwa sebaran abu vulkanik terjadi pada Selasa, 22 April. Meskipun demikian, warga di pengungsian telah diimbau untuk menggunakan masker demi menjaga kesehatan. “Kalau mengganggu aktivitas mereka sih tidak, tetapi mungkin mereka perlu masker untuk melindungi mereka dari abu vulkanik, tapi kalau aktivitas harian mereka tidak terganggu,” ungkap Avelina.
Sebanyak 133 jiwa atau 43 kepala keluarga mengungsi di Desa Kobasoma, sebagian besar berasal dari Desa Nawakote. Pemerintah daerah belum berencana memindahkan pengungsi karena sebaran abu belum mengganggu aktivitas mereka secara signifikan. “Kalau pemindahan titik pengungsi belum sampai ke situ, tapi kalau misalnya sangat-sangat mengganggu aktivitas pasti pemda berpikir lagi untuk melakukan relokasi mereka,” tambah Avelina.
Kepala PPGA Lewotobi Laki-laki, Herman Yosef Mboro, membenarkan informasi tersebut. Ia menjelaskan bahwa arah angin berpengaruh besar pada sebaran abu vulkanik. Erupsi yang terjadi secara terus-menerus sejak pagi, ditambah hembusan angin yang cukup kencang ke arah utara dan barat laut, menyebabkan abu vulkanik menyebar hingga ke Desa Kobasoma.
“Abu ini biasanya mengikuti arah angin, karena dari tadi pagi pukul 10.14 terekam ada tremor menerus atau erupsi menerus sehingga akumulasi abu itu dominan lebih ke arah utara sampai barat laut dengan hembusan angin yang agak kencang ke sana sehingga abu itu cepat terbawa ke sisi itu,” jelas Herman Yosef.
Jarak antara pusat erupsi dan Desa Kobasoma sekitar 15 kilometer. Lokasi pengungsian berada di luar radius bahaya 6 kilometer yang direkomendasikan oleh PPGA. PPGA Lewotobi Laki-laki telah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengimbau masyarakat menggunakan masker. Sepanjang Selasa (22/4) hingga pukul 18.00 WITA, Gunung Lewotobi Laki-laki meletus delapan kali, dengan semburan abu mencapai ketinggian 1.000 hingga 1.500 meter.
Laporan PPGA Lewotobi pukul 18.05 WITA mencatat tremor erupsi menerus sejak pukul 10.14 WITA hingga pukul 18.00 WITA. Kondisi ini menunjukkan aktivitas vulkanik yang masih tinggi dan perlu diwaspadai. Penting bagi masyarakat di sekitar Gunung Lewotobi Laki-laki untuk tetap mengikuti arahan dan imbauan dari pihak berwenang serta selalu memperbarui informasi terkait aktivitas gunung berapi tersebut.
Situasi ini menyoroti pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana alam. Selain pemantauan aktivitas gunung berapi, penyediaan masker dan perencanaan evakuasi yang matang menjadi langkah penting dalam meminimalisir dampak buruk bagi penduduk sekitar. Koordinasi yang baik antara pemerintah daerah, lembaga terkait, dan masyarakat sangat krusial dalam menghadapi situasi seperti ini.
Informasi tambahan yang dapat memperkaya artikel ini termasuk data meteorologi yang lebih rinci mengenai arah dan kecepatan angin pada hari kejadian, jenis masker yang direkomendasikan untuk melindungi dari abu vulkanik, serta langkah-langkah yang dilakukan pemerintah untuk memastikan kesehatan dan keselamatan pengungsi. Detail mengenai karakteristik abu vulkanik (misalnya ukuran partikel) juga dapat menambah informasi yang bernilai.
Selain itu, perlu dijelaskan lebih detail mengenai dampak kesehatan yang mungkin ditimbulkan oleh paparan abu vulkanik, serta edukasi untuk masyarakat mengenai langkah-langkah pencegahan. Menambahkan informasi tentang jalur evakuasi alternatif dan rencana kontijensi jika situasi memburuk juga akan meningkatkan kualitas artikel.
Kesimpulannya, situasi di Flores Timur membutuhkan pengawasan dan respon yang berkelanjutan. Meskipun aktivitas warga di pengungsian belum terganggu secara signifikan, kewaspadaan dan kesiapsiagaan tetap harus diutamakan untuk mengantisipasi perkembangan situasi yang mungkin terjadi.