Berita  

Pegawai PJLP DPRD Jakarta Dikorbankan Usai Laporkan Pelecehan Seksual

Mediakabar.com | Portal Berita Terfaktual

Seorang Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) di DPRD Jakarta, N (29), dinonaktifkan setelah melaporkan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh rekan kerjanya, NS. Laporan telah dilayangkan ke Polda Metro Jaya pada 16 April 2025, dengan nomor STTLP/B/2499/IV/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA. NS juga merupakan PJLP yang bertugas di Komisi A, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

N mengaku dinonaktifkan sekitar dua minggu sebelum Lebaran, setelah melaporkan kejadian tersebut kepada pimpinan dewan dan terjadi keributan dengan istri NS. Ia mengalami pelecehan fisik berulang antara Februari hingga Maret 2025 di ruang kerja DPRD. Pelecehan tersebut termasuk kontak fisik yang tidak pantas dan pengambilan foto serta video secara diam-diam.

N, yang baru satu kali menerima gaji di DPRD Jakarta, mengaku awalnya tidak berani melawan. Namun, setelah istri NS mengirimkan foto-foto dari galeri sampah ponsel suaminya (foto-foto yang telah dihapus), N merasa yakin dan memutuskan untuk melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Ia menekankan bahwa dirinya hanya seorang pekerja baru dan merasa tertekan saat kejadian berlangsung.

Upaya mediasi telah dilakukan, namun NS tidak hadir dalam pertemuan yang difasilitasi oleh pihak DPRD. N merasa kecewa karena tidak mendapat pendampingan dari Fraksi PKS, meskipun dirinya dan pelaku berasal dari partai yang sama. Ia hanya ingin pelaku mengakui perbuatannya dan meminta pertanggungjawaban, bukan tuntutan materiil.

Sekretariat DPRD Jakarta telah membenarkan bahwa NS adalah PJLP yang bertugas di Komisi A, Fraksi PKS. Plt Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Jakarta, Augustinus, menyatakan belum mengambil tindakan pemecatan terhadap NS karena masih menunggu hasil penyelidikan kepolisian. Pernyataan ini menunjukkan proses hukum akan menentukan tindakan selanjutnya terhadap NS.

Kronologi Kejadian dan Tindakan yang Diambil

Kronologi kejadian pelecehan yang dialami N dimulai dari Februari hingga Maret 2025. Pelecehan tersebut terjadi berulang kali di lingkungan kerja DPRD Jakarta. Jenis pelecehan yang dialami berupa kontak fisik yang tidak pantas dan pengambilan foto dan video secara diam-diam oleh NS. Setelah kejadian, N melaporkan kejadian ini ke pimpinan dewan dan kemudian ke pihak kepolisian.

Setelah melapor, N mengalami dampak berupa dinonaktifkan dari pekerjaannya. Hal ini terjadi sekitar dua minggu sebelum Lebaran. Kejadian tersebut diperparah dengan adanya keributan dengan istri NS. N kemudian mendapatkan pendampingan dari tim pendamping korban.

Pihak DPRD Jakarta menyatakan bahwa mereka telah memfasilitasi mediasi antara N dan NS. Namun, NS tidak hadir dalam mediasi tersebut. Pihak DPRD juga menyatakan akan menunggu hasil penyelidikan kepolisian sebelum mengambil tindakan lebih lanjut terhadap NS. Sampai saat ini, belum ada tindakan tegas dari pihak DPRD terhadap pelaku. Sikap ini dinilai lamban dan kurang memberikan perlindungan kepada korban.

Peran Pihak Terkait

Peran Fraksi PKS dalam kasus ini patut dipertanyakan, mengingat baik korban maupun terduga pelaku berasal dari partai tersebut. Ketidakhadiran pendampingan dari Fraksi PKS dinilai kurang menunjukkan dukungan terhadap korban yang berasal dari internal partai mereka sendiri. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan internal dalam menangani kasus pelecehan seksual.

Peran Sekretariat DPRD Jakarta juga perlu dievaluasi. Meskipun mereka telah membenarkan status terduga pelaku dan menyatakan akan menunggu hasil penyelidikan kepolisian, kecepatan dan ketegasan dalam menangani kasus ini masih perlu ditingkatkan untuk memberikan rasa aman dan keadilan bagi korban. Penonaktifan N sebagai korban justru menimbulkan pertanyaan tentang keseriusan DPRD dalam menangani kasus ini.

Analisis dan Rekomendasi

Kasus ini mengungkap kerentanan pekerja PJLP terhadap pelecehan seksual di lingkungan kerja. Perlindungan hukum dan mekanisme penanganan kasus pelecehan seksual di lingkungan pemerintahan perlu ditingkatkan. Perlu adanya pelatihan khusus bagi pegawai mengenai pencegahan dan penanganan pelecehan seksual.

Pentingnya pendampingan hukum dan psikologis bagi korban pelecehan seksual juga harus diperhatikan. Korban seringkali mengalami trauma dan membutuhkan dukungan untuk mengatasi dampak psikologis yang ditimbulkan. Peran aktif dari partai politik terkait juga sangat penting dalam memberikan dukungan dan memastikan keadilan bagi korban.

Ke depan, diperlukan mekanisme yang lebih efektif dan responsif dalam menangani kasus pelecehan seksual di lingkungan kerja, termasuk mekanisme pelaporan yang mudah diakses dan proses investigasi yang cepat serta transparan. Hal ini penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *